Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang
memiliki dampak negatif yang cukup dahsyat. Dampak kebakaran hutan
diantaranya menimbulkan asap yang mengganggu aktifitas kehidupan
manusia, antara lain mewabahnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut
pada masyarakat, dan menganggu sistem transportasi yang berdampak
sampai ke negara tetangga. Dampak yang
paling besar adalah musnahnya plasma nutfah yang berakibat pada
kerusakan ekosistem lingkungan, serta mengakibatkan menurunnya kualitas
dan kuantitas hutan yang pada akhirnya akan menimbulkan banyak kerugian.
Hutan memiliki peran penting bagi kehidupan manusia, sehingga hutan perlu diselamatkan dari bahaya kebakaran. Dalam upaya pencegahan kebakaran hutan, yang perlu dikenali diantaranya unsur penyebabnya yaitu panas, bahan bakar dan oksigen. Karena kebakaran hutan terjadi bila ketiga unsur di atas saling bertemu. Jika salah satu dari ketiga unsur ini tidak ada, maka kebakaran hutan tidak akan terjadi.
Panas.
Panas merupakan suatu keadaan yang bersuhu relatif tinggi. Dalam peristiwa kebakaran hutan, unsur ini sangat berperan terutama pada musim kemarau yang terjadi setiap tahun. Hampir seluruh wilayah di Indonesia, mengalami musim kemarau yang terjadi pada bulan-bulan tertentu. Di beberapa daerah seperti di Nusa Tenggara Timur dan Papua, musim kemarau yang terjadi umumnya lebih panjang di banding dengan daerah lainnya di Indonesia. Dengan kondisi demikian, maka kemungkinan terjadinya kebakaran hutan menjadi lebih besar ketika unsur ini bertemu dengan unsur lainnya, yaitu bahan bakar dan oksigen.
Hal yang terkait erat dengan panas adalah sumber api. Secara umum, disepakati bahwa 90% sumber api yang mengakibatkan kebakaran hutan bersumber dari manusia, sedangkan sisanya bersumber dari faktor lainnya. Sumber api yang berasal dari manusia, baik yang secara sengaja membersihkan lahan perkebunannya dengan menggunakan jasa api, maupun aktifitas lain yang tidak disengaja seperti api dari kareta api, pekerja hutan pengunjung objek wisata hutan, obor, puntung rokok, perkemahan, dapur arang.
Bahan Bakar.
Bahan bakar merupakan unsur yang paling dominan penyebab terjadinya kebakaran hutan. Dalam peristiwa kebakaran hutan, bahan bakar yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran adalah serasah hutan. Serasah hutan adalah tumpukan daun-daun kering, ranting-ranting, dan sisa-sisa vegetasi lainnya yang ada di atas lantai hutan. Tebal dan tipisnya serasah hutan berpengaruh pada besar dan kecilnya kebakaran hutan yang terjadi. Seperti di Taman Nasional Wasur – Papua, kebakaran hutan yang terjadi setiap tahunnya relatif kecil karena serasah hutan yang menjadi bahan bakar berukuran tipis. Berbeda dengan kebakaran hutan yang biasa terjadi di Kalimantan dan Sumatera yang umumnya dikategorikan sebagai kebakaran hutan yang besar. Hal ini disebabkan karena kebakaran terjadi pada lokasi yang bergambut atau pada areal dengan serasah hutan yang tebal di bekas tebangan.
Ketebalan serasah hutan pada setiap tipe hutan berbeda-beda. Pada hutan primer, serasah di lantai hutan tipe ini tipis. Pada hutan ini juga, tutupan tajuk mendekati seratus persen, sehingga sinar matahari hampir tidak sampai menyinari lantai hutan, menyebabkan tingkat kelembaban tinggi dan suhu menjadi rendah. Karena kondisi seperti ini, pada hutan ini jarang terjadi kebakaran hutan.
Pada hutan gambut, bahan yang menyebabkan terjadinya kebakaran adalah gambut itu sendiri, yang terletak di bawah permukaan tanah. Pada musim kemarau yang panjang, lapisan gambut yang tebalnya dapat mencapai puluhan centimeter menjadi kering dan mudah terbakar. Karena api merambat di bawah permukaan tanah, kebakaran yang terjadi pada tipe hutan ini akan susah dipadamkan.
Pada areal bekas tebangan, serasah hutan menumpuk sangat tebal. Hal ini disebabkan, dari setiap batang pohon yang ditebang, hanya log hingga cabang besar pertama yang diambil. Selebihnya termasuk cabang-cabang yang kecl; ranting-ranting dan daun-daun ditinggal di dalam hutan. Disamping itu, setiap pohon besar yang ditebang akan menimpa dan menumbangkan pohon-pohon kecil di sekitarnya, yang akan mengakibatkan penumpukan serasah hutan yang sangat tebal. Dengan kondisi seperti ini, kebakaran hutan yang terjadi pada musim kemarau panjang akan susah untuk dipadamkan.
Pada areal tanaman yang penutupan tajuknya belum mencapai seratus persen, terdapat bahan yang mudah terbakar berupa alang-alang dan semak belukar lainnya. Resiko terjadinya kebakaran hutan di areal ini cukup tinggi, karena suhu di lantai hutan ini mudah naik.
Pada padang alang-alang dan semak belukar, serasah di areal ini mudah terbakar sekalipun bukan pada musim kemarau panjang. Tetapi karena bahan bakarnya tidak banyak, kebakaran yang terjadi tidak terlalu besar.
Oksigen.
Oksigen adalah zat ringan yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Keberadaannya sangat melimpah di alam semesta, dan diperlukan untuk segala macam kehidupan. Dalam peristiwa kebakaran hutan, oksigen berperan dalam mendukung proses pembakaran. Hal ini terjadi apabila nyala api mendapatkan pasokan oksigen yang cukup, maka nyala api akan menjadi lama dan besar. Sebaliknya apabila nyala api tidak memperoleh jumlah kadar oksigen yang mencukupi, maka api akan padam. Untuk itu, prinsip yang biasa dilakukan dalam upaya pemadaman adalah dengan mengisolasi oksigen dari nyala api.
source; noerdblog.wordpress.com/ 2012/06/02/ tiga-unsur-penyebab-kebakar an-hutan/
Hutan memiliki peran penting bagi kehidupan manusia, sehingga hutan perlu diselamatkan dari bahaya kebakaran. Dalam upaya pencegahan kebakaran hutan, yang perlu dikenali diantaranya unsur penyebabnya yaitu panas, bahan bakar dan oksigen. Karena kebakaran hutan terjadi bila ketiga unsur di atas saling bertemu. Jika salah satu dari ketiga unsur ini tidak ada, maka kebakaran hutan tidak akan terjadi.
Panas.
Panas merupakan suatu keadaan yang bersuhu relatif tinggi. Dalam peristiwa kebakaran hutan, unsur ini sangat berperan terutama pada musim kemarau yang terjadi setiap tahun. Hampir seluruh wilayah di Indonesia, mengalami musim kemarau yang terjadi pada bulan-bulan tertentu. Di beberapa daerah seperti di Nusa Tenggara Timur dan Papua, musim kemarau yang terjadi umumnya lebih panjang di banding dengan daerah lainnya di Indonesia. Dengan kondisi demikian, maka kemungkinan terjadinya kebakaran hutan menjadi lebih besar ketika unsur ini bertemu dengan unsur lainnya, yaitu bahan bakar dan oksigen.
Hal yang terkait erat dengan panas adalah sumber api. Secara umum, disepakati bahwa 90% sumber api yang mengakibatkan kebakaran hutan bersumber dari manusia, sedangkan sisanya bersumber dari faktor lainnya. Sumber api yang berasal dari manusia, baik yang secara sengaja membersihkan lahan perkebunannya dengan menggunakan jasa api, maupun aktifitas lain yang tidak disengaja seperti api dari kareta api, pekerja hutan pengunjung objek wisata hutan, obor, puntung rokok, perkemahan, dapur arang.
Bahan Bakar.
Bahan bakar merupakan unsur yang paling dominan penyebab terjadinya kebakaran hutan. Dalam peristiwa kebakaran hutan, bahan bakar yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran adalah serasah hutan. Serasah hutan adalah tumpukan daun-daun kering, ranting-ranting, dan sisa-sisa vegetasi lainnya yang ada di atas lantai hutan. Tebal dan tipisnya serasah hutan berpengaruh pada besar dan kecilnya kebakaran hutan yang terjadi. Seperti di Taman Nasional Wasur – Papua, kebakaran hutan yang terjadi setiap tahunnya relatif kecil karena serasah hutan yang menjadi bahan bakar berukuran tipis. Berbeda dengan kebakaran hutan yang biasa terjadi di Kalimantan dan Sumatera yang umumnya dikategorikan sebagai kebakaran hutan yang besar. Hal ini disebabkan karena kebakaran terjadi pada lokasi yang bergambut atau pada areal dengan serasah hutan yang tebal di bekas tebangan.
Ketebalan serasah hutan pada setiap tipe hutan berbeda-beda. Pada hutan primer, serasah di lantai hutan tipe ini tipis. Pada hutan ini juga, tutupan tajuk mendekati seratus persen, sehingga sinar matahari hampir tidak sampai menyinari lantai hutan, menyebabkan tingkat kelembaban tinggi dan suhu menjadi rendah. Karena kondisi seperti ini, pada hutan ini jarang terjadi kebakaran hutan.
Pada hutan gambut, bahan yang menyebabkan terjadinya kebakaran adalah gambut itu sendiri, yang terletak di bawah permukaan tanah. Pada musim kemarau yang panjang, lapisan gambut yang tebalnya dapat mencapai puluhan centimeter menjadi kering dan mudah terbakar. Karena api merambat di bawah permukaan tanah, kebakaran yang terjadi pada tipe hutan ini akan susah dipadamkan.
Pada areal bekas tebangan, serasah hutan menumpuk sangat tebal. Hal ini disebabkan, dari setiap batang pohon yang ditebang, hanya log hingga cabang besar pertama yang diambil. Selebihnya termasuk cabang-cabang yang kecl; ranting-ranting dan daun-daun ditinggal di dalam hutan. Disamping itu, setiap pohon besar yang ditebang akan menimpa dan menumbangkan pohon-pohon kecil di sekitarnya, yang akan mengakibatkan penumpukan serasah hutan yang sangat tebal. Dengan kondisi seperti ini, kebakaran hutan yang terjadi pada musim kemarau panjang akan susah untuk dipadamkan.
Pada areal tanaman yang penutupan tajuknya belum mencapai seratus persen, terdapat bahan yang mudah terbakar berupa alang-alang dan semak belukar lainnya. Resiko terjadinya kebakaran hutan di areal ini cukup tinggi, karena suhu di lantai hutan ini mudah naik.
Pada padang alang-alang dan semak belukar, serasah di areal ini mudah terbakar sekalipun bukan pada musim kemarau panjang. Tetapi karena bahan bakarnya tidak banyak, kebakaran yang terjadi tidak terlalu besar.
Oksigen.
Oksigen adalah zat ringan yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Keberadaannya sangat melimpah di alam semesta, dan diperlukan untuk segala macam kehidupan. Dalam peristiwa kebakaran hutan, oksigen berperan dalam mendukung proses pembakaran. Hal ini terjadi apabila nyala api mendapatkan pasokan oksigen yang cukup, maka nyala api akan menjadi lama dan besar. Sebaliknya apabila nyala api tidak memperoleh jumlah kadar oksigen yang mencukupi, maka api akan padam. Untuk itu, prinsip yang biasa dilakukan dalam upaya pemadaman adalah dengan mengisolasi oksigen dari nyala api.
source; noerdblog.wordpress.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar