Selasa, 13 Oktober 2015

Tiga Unsur Penyebab Kebakaran Hutan


Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang memiliki dampak negatif yang cukup dahsyat. Dampak kebakaran hutan diantaranya menimbulkan asap yang mengganggu aktifitas kehidupan manusia, antara lain mewabahnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut pada masyarakat, dan menganggu sistem transportasi yang berdampak sampai ke negara tetangga. Dampak yang paling besar adalah musnahnya plasma nutfah yang berakibat pada kerusakan ekosistem lingkungan, serta mengakibatkan menurunnya kualitas dan kuantitas hutan yang pada akhirnya akan menimbulkan banyak kerugian.

Hutan memiliki peran penting bagi kehidupan manusia, sehingga hutan perlu diselamatkan dari bahaya kebakaran. Dalam upaya pencegahan kebakaran hutan, yang perlu dikenali diantaranya unsur penyebabnya yaitu panas, bahan bakar dan oksigen. Karena kebakaran hutan terjadi bila ketiga unsur di atas saling bertemu. Jika salah satu dari ketiga unsur ini tidak ada, maka kebakaran hutan tidak akan terjadi.

Panas.
Panas merupakan suatu keadaan yang bersuhu relatif tinggi. Dalam peristiwa kebakaran hutan, unsur ini sangat berperan terutama pada musim kemarau yang terjadi setiap tahun. Hampir seluruh wilayah di Indonesia, mengalami musim kemarau yang terjadi pada bulan-bulan tertentu. Di beberapa daerah seperti di Nusa Tenggara Timur dan Papua, musim kemarau yang terjadi umumnya lebih panjang di banding dengan daerah lainnya di Indonesia. Dengan kondisi demikian, maka kemungkinan terjadinya kebakaran hutan menjadi lebih besar ketika unsur ini bertemu dengan unsur lainnya, yaitu bahan bakar dan oksigen.

Hal yang terkait erat dengan panas adalah sumber api. Secara umum, disepakati bahwa 90% sumber api yang mengakibatkan kebakaran hutan bersumber dari manusia, sedangkan sisanya bersumber dari faktor lainnya. Sumber api yang berasal dari manusia, baik yang secara sengaja membersihkan lahan perkebunannya dengan menggunakan jasa api, maupun aktifitas lain yang tidak disengaja seperti api dari kareta api, pekerja hutan pengunjung objek wisata hutan, obor, puntung rokok, perkemahan, dapur arang.

Bahan Bakar.
Bahan bakar merupakan unsur yang paling dominan penyebab terjadinya kebakaran hutan. Dalam peristiwa kebakaran hutan, bahan bakar yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran adalah serasah hutan. Serasah hutan adalah tumpukan daun-daun kering, ranting-ranting, dan sisa-sisa vegetasi lainnya yang ada di atas lantai hutan. Tebal dan tipisnya serasah hutan berpengaruh pada besar dan kecilnya kebakaran hutan yang terjadi. Seperti di Taman Nasional Wasur – Papua, kebakaran hutan yang terjadi setiap tahunnya relatif kecil karena serasah hutan yang menjadi bahan bakar berukuran tipis. Berbeda dengan kebakaran hutan yang biasa terjadi di Kalimantan dan Sumatera yang umumnya dikategorikan sebagai kebakaran hutan yang besar. Hal ini disebabkan karena kebakaran terjadi pada lokasi yang bergambut atau pada areal dengan serasah hutan yang tebal di bekas tebangan.

Ketebalan serasah hutan pada setiap tipe hutan berbeda-beda. Pada hutan primer, serasah di lantai hutan tipe ini tipis. Pada hutan ini juga, tutupan tajuk mendekati seratus persen, sehingga sinar matahari hampir tidak sampai menyinari lantai hutan, menyebabkan tingkat kelembaban tinggi dan suhu menjadi rendah. Karena kondisi seperti ini, pada hutan ini jarang terjadi kebakaran hutan.

Pada hutan gambut, bahan yang menyebabkan terjadinya kebakaran adalah gambut itu sendiri, yang terletak di bawah permukaan tanah. Pada musim kemarau yang panjang, lapisan gambut yang tebalnya dapat mencapai puluhan centimeter menjadi kering dan mudah terbakar. Karena api merambat di bawah permukaan tanah, kebakaran yang terjadi pada tipe hutan ini akan susah dipadamkan.

Pada areal bekas tebangan, serasah hutan menumpuk sangat tebal. Hal ini disebabkan, dari setiap batang pohon yang ditebang, hanya log hingga cabang besar pertama yang diambil. Selebihnya termasuk cabang-cabang yang kecl; ranting-ranting dan daun-daun ditinggal di dalam hutan. Disamping itu, setiap pohon besar yang ditebang akan menimpa dan menumbangkan pohon-pohon kecil di sekitarnya, yang akan mengakibatkan penumpukan serasah hutan yang sangat tebal. Dengan kondisi seperti ini, kebakaran hutan yang terjadi pada musim kemarau panjang akan susah untuk dipadamkan.

Pada areal tanaman yang penutupan tajuknya belum mencapai seratus persen, terdapat bahan yang mudah terbakar berupa alang-alang dan semak belukar lainnya. Resiko terjadinya kebakaran hutan di areal ini cukup tinggi, karena suhu di lantai hutan ini mudah naik.

Pada padang alang-alang dan semak belukar, serasah di areal ini mudah terbakar sekalipun bukan pada musim kemarau panjang. Tetapi karena bahan bakarnya tidak banyak, kebakaran yang terjadi tidak terlalu besar.

Oksigen.
Oksigen adalah zat ringan yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Keberadaannya sangat melimpah di alam semesta, dan diperlukan untuk segala macam kehidupan. Dalam peristiwa kebakaran hutan, oksigen berperan dalam mendukung proses pembakaran. Hal ini terjadi apabila nyala api mendapatkan pasokan oksigen yang cukup, maka nyala api akan menjadi lama dan besar. Sebaliknya apabila nyala api tidak memperoleh jumlah kadar oksigen yang mencukupi, maka api akan padam. Untuk itu, prinsip yang biasa dilakukan dalam upaya pemadaman adalah dengan mengisolasi oksigen dari nyala api.

source; noerdblog.wordpress.com/2012/06/02/tiga-unsur-penyebab-kebakaran-hutan/

Jangan Mau Mati Di Gunung



Ditulis karena beberapa gerah yang membakar kepala sebab banyaknya kasus kematian saat mendaki gunung dalam tiga bulan terakhir. Tulisan ini lumayan panjang, bagi yang tak betah langsung saja tinggalkan. Saya tak memaksa masyarakat menjadi pintar, silahkan bodoh dengan cara sendiri, lalu nikmati.

Pendakian gunung telah menjadi hal yang lumrah dalam beberapa tahun terakhir. Semakin sporadisnya pendakian disebabkan oleh mudahnya arus informasi, diobralnya moda transportasi, dan meledaknya agen perjalanan yang menawarkan kemudahan. Gunung tak lagi menjadi tempat yang eksklusif, semua bisa kesana dan semua bisa menjamahnya. Namun sangat disayangkan, keinginan untuk menikmati alam, khususnya gunung tidak disertai oleh pengetahuan navigasi yang setimpal, persiapan logistik yang memadai, dan perlengkapan standar pendakian.

Para pendaki anyaran kini seperti pelacur yang menjajakan dan melelang tubuh mereka kepada setiap gunung di Indonesia. Semua cuma demi eksistensi diri. Menjadi selebriti dadakan setelah mengupload foto di jejaring sosial atau situs pribadi yang sebagian besar masih numpang portal gratisan. Beragam pertanyaan berebut, jawaban sekenanya disebut. Sekarang gunung seakan menjadi tempat ajang antar nyawa. Dalam tiga bulan terakhir, telah tercatat beberapa kematian akibat pendakian, diantaranya adalah:

1. Cipto Diyono (60 tahun), asal Dusun Jenak, Desa Ngargoyoso, Kecamatan Ngargoyoso, Karanganyar ditemukan tewas oleh seorang warga yang sedang mencari rumput di pos 3 pendakian Gunung Lawu, Karanganyar, Jateng pada Tanggal 11 November 2013.

2. Joan Tobit Sigalingging (23 tahun), mahasiswa tingkat akhir jurusan Oseanografi Institut Teknologi Bandung (ITB) meninggal di sebelah barat daya Gunung Kendang, Kabupaten Bandung. Jenazahnya ditemukan senin pagi 25 November 2013 setelah dikabarkan hilang selama hampir sebulan. Lokasi penemuannya terletak di tebing curam dengan kemiringan lereng sekitar 60-70 derajat pada ketinggian sekitar 2.100-2.200 mdpl.

3. Shizuko Rizmadhani (16 tahun), siswi SMA Negeri 6 Bekasi, diketahui meninggal Selasa 24 Desember malam. Korban tewas di Kandang Batu, ketinggian 2.220 mdpl di pos pendakian menjelang puncak Gunung Gede Pangrango, Cianjur, Jawa Barat. Penyebab kematiannya karena terserang hipotermia atau kehilangan suhu panas tubuh akibat basah dan kedinginan.

4. Sehari berikutnya, Endang Hidayat (53 tahun), warga Sepanjang Jaya Rawa Lumbu, Bekasi. Dinyatakan meninggal saat mendaki Gunung Semeru. Korban dilaporkan meninggal dunia sekitar pukul 18.00 WIB di Pos Waturejeng, ketinggian sekitar 2.300 mdpl. Endang diketahui mengalami serangan jatung, bahkan sempat mengalami kejang.

5. Berselang empat hari setelah kabar duka dari Semeru, Gatot Handoko (40 tahun), wisatawan asal Singaraja, Bali, dinyatakan tewas setelah sempat mengeluhkan sakit di dadanya saat pendakian ke Gunung Ijen di Banyuwangi, Jawa Timur. Nyawa korban tak terselamatkan saat dilarikan ke RS Blambangan yang berjarak 20 km dari pos pendakian pertama Paltuding.

6. Helmi Dwi Apriyanto (19 tahun), mahasiswa Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta tewas saat melakukan pendakian di Gunung Salak, selasa 21 Januari 2014. Sebelum mengembuskan nafas terakhirnya, korban sempat menderita sakit saat berada di puncak Salak. Diduga ia tidak kuat menahan udara dingin.

7. Yang terakhir adalah Alief Hazen Rahmansyah (23 tahun) warga jalan Pahlawan, Gresik dan Dian Meitami (19 tahun) warga Karang menjangan, Surabaya. Keduanya adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (Stiesia) Surabaya. Mereka ditemukan tidak bernyawa di lereng lembah barat antara Gunung Kembar, Gunung Welirang, Jawa Timur Senin 27 Januari.

Sebagian besar korban kecelakaan di gunung yang disebutkan diatas terjadi karena para pendaki tolol cenderung meremehkan, tidak mengikuti prosedur, tersesat karena tidak melewati jalur resmi, tidak melapor/mengurus Simaksi, melanggar peraturan, tidak membekali diri dengan pengetahuan dasar pendakian, tidak membawa logistik yang memadai, dan terakhir tidak mengikuti ritme pendakian atau aklimatisasi.

Entah apa yang ada di pikiran mereka ketika berani menginjakkan kaki dan melakukan pendakian sedangkan otak masih kosong tanpa mengerti apa itu persiapan pendakian. Gunung bukanlah tempat yang bisa didatangi seenak hati, untuk itu perlu adanya sebuah manajemen perjalanan yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan. Hal ini penting dilakukan untuk meminimalisir resiko dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan selama berkegiatan.

>> PERENCANAAN PERJALANAN

1. Mempelajari tempat tujuan.
Mencari informasi tentang tujuan merupakan tahap paling awal sebelum melakukan perjalanan. Sangat penting sekali mengenal daerah yang akan dituju. Informasi bisa didapat dengan cara studi literatur ataupun bertanya ke pihak yang pernah berkegiatan di tempat tersebut.

Dalam mempelajari tempat tujuan, buatlah peta lintasan dan pertimbangkan rute mana yang akan dipilih. Peta ini memberikan informasi tentang jalur lintasan yang digunakan, shelter peristirahatan dan tempat camp. Cantumkan juga tempat terdapat sumber air, daerah-daerah yang berbahaya dan kendala yang mungkin terjadi selama perjalanan. Informasi lain yang dibutuhkan adalah keadaan umum daerah, seperti keadaan geografis (suhu, iklim, flora, fauna), sosial masyarakat (ekonomi, adat istiadat/kepercayaan masyarakat sekitar) dan Informasi penunjang seperti alternative transportasi menuju lokasi, tempat perijinan, tempat kesehatan, hal-hal yang menunjang komunikasi (lisrik, sinyal) dan jalur evakuasi, yaitu jalur tercepat yang bisa ditempuh untuk membawa korban apabila terjadi kecelakaan.

2. Merencanakan time schedule dan waktu perjalanan
Setelah mempelajari lokasi tujuan, langkah selanjutnya adalah memperkirakan waktu perjalanan. Rincian waktu yang dibuat mulai dari berangkat, lama di perjalanan, hingga kembali. Hal ini sangat berpengaruh terhadap jumlah logistik maupun perlengkapan yang akan dibawa. Hal lain yang harus diperhatikan adalah musim pada saat pelaksanaan perjalanan.

3. Mempersiapkan fisik dan mental
Dibutuhkan stamina yang fit dan kondisi badan yang baik dalam mendaki gunung. Ada baiknya berolahraga secara rutin dan teratur beberapa minggu sebelum hari pendakian, jangan lupa juga untuk menyeimbangkan waktu istirahat. Kondisi mental juga sangat berpengaruh dan mutlak diperlukan. Jangan anggap enteng perjalanan, perbuatan nekad sering terjadi karena ketegangan, merasa kuat, sok, dan panik. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah proses aklimatisasi (penyesuaian suhu tubuh terhadap lingkungan), karena seringkali sebuah perjalanan di alam terbuka akan berhadapan dengan suhu lingkungan yang ekstrim.

4. Memanajemen logistik yang akan dibawa
Fungsi dari managemen logistik adalah mengefektifkan perbekalan selama perjalanan sehingga tidak menambah berat beban bawaan, namun mencukupi kebutuhan gizi dalam tubuh. Beberapa syarat makanan yang perlu diperhatikan adalah mengandung kalori dan mempunyai komposisi gizi yang cukup, tahan lama, siap pakai, tidak perlu dimasak terlalu lama, irit air dan bahan bakar. Jangan membawa dan mengonsumsi minuman beralkohol karena meskipun hangat namun dapat memicu pecahnya kapiler darah karena terlalu cepatnya kapiler darah memuai dalam tubuh.

Kalori yang dibutuhkan juga sebaiknya diperhatikan. Jumlah kalori setiap orangnya bervariasi tergantung jenis kelamin, lamanya perjalanan, aktivitas apa saja yang akan dilakukan (pendakian konvensional atau pembukaan jalur), serta keadaan medan yang akan dihadapi. Secara umum kebutuhan kalori dalam mendaki gunung adalah 3.000 kilo kalori untuk laki-laki dan 2.600 kilo kalori untuk perempuan. Untuk pemenuhan kalori tersebut, dibutuhkan bahan makanan dengan komposisi Karbohidrat 60-70%, lemak 20-25%, dan protein sebanyak 10-15% dari total kebutuhan energi.

Total air yang dibawa, tergantung pada lamanya perjalanan dan lokasi yang dituju. Apabila di suatu daerah terdapat mata air maka bisa mengisi ulang tempat air yang kita bawa. Ini akan mempermudah pergerakan dan menjadikan beban yang kita bawa lebih ringan. Namun jika di sepanjang perjalanan hampir tidak ditemukan mata air, maka air dibawa seluruhnya dari start perjalanan kita atau dari sumber mata air terakhir yang ditemukan. Kebutuhan air dalam pendakian setiap harinya adalah air selama perjalanan 800 mililiter, air minum setelah makan 200 mililiter, air untuk memasak nasi 200 mililiter, air untuk memasak sayur (jika ada) 200 mililiter, air untuk kebutuhan camp 600 mililiter, dan air untuk back up sebanyak 800 mililiter.

Selain menghitung kebutuhan bahan makanan dan air selama perjalanan, yang tidak kalah pentingnya adalah perhitungan kebutuhan bahan bakar yang akan dibawa dan dipergunakan nantinya. Bahan bakar bisa berupa gas dan spiritus cair maupun gel. Perhitungan kebutuhan bahan bakar bervariasi tergantung berapa kali digunakan dan jenis bahan bakarnya.

5. Mempersiapkan Perlengkapan
Keberhasilan suatu perjalanan di alam bebas ditentukan juga oleh perbekalan dan perlengkapan yang tepat. Peralatan yang umum dibawa para pendaki biasanya dibagi menjadi perlengkapan dalam perjalanan, pakaian hangat, perlengkapan tidur, perlengkapan memasak, alat komunikasi, alat dokumentasi dan standar kebutuhan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).

PERLENGKAPAN DALAM PERJALANAN.

- Carrier
Sebaiknya memakai carrier yang nyaman dipakai. Lebih baik jika mempunyai rangka, agar berat beban merata dan seimbang. Memiliki ruang ventilasi antara tubuh/punggung dengan ransel. Praktis, dengan kantung-kantung tambahan serta pembagian ruangan yang dapat memudahkan untuk mengambil barang-barang tertentu. Dan yang terakhir harus Kuat, mampu membawa beban dengan aman, tidak mudah robek, jahitannya tidak mudah lepas, zippernya cukup kokoh, dan terbuat dari bahan yang water proof.

- Sepatu
Untuk medan gunung hutan diperlukan sepatu yang melindungi sampai ke mata kaki, tidak mudah sobek, lunak bagian di dalam dan masih memberikan ruang bagi gerak kaki, keras bagian depan untuk melindungi jari kaki (tidak dianjurkan memakai sepatu yang bagian depan dilapisi besi, selain berat juga akan merusak jari kaki jika ada perubahan suhu), bentuk sol bawahnya harus dapat “menggigit” tanah ke segala arah, dan ada lubang ventilasi sehingga air dan udara bisa lewat untuk pernafasan kulit telapak kaki.

- Celana lapangan
celana lapangan yang dipilih hendaknya tidak mengganggu gerakan kaki (penggunaan jeans sangat tidak dianjurkan, selain menyerap dingin, bahan jeans yang berat dapat membuat tubuh cepat lelah), mudah kering (jika basah tidak menambah berat), terbuat dari bahan yang menyerap keringat, dan disarankan untuk menggunakan celana panjang.

- Baju lapangan
Hendaknya dapat melindungi tubuh dari kondisi sekitar, kuat, ringan, terbuat dari bahan yang menyerap keringat, mudah kering dan disarankan untuk menggunakan lengan panjang.

- Kaos kaki dan sarung tangan
Kaos kaki berfungsi sebagai pelindung kulit kaki dari gesekan sepatu. Sebaiknya menggunakan bahan yang terbuat dari wol agar tetap hangat pada daerah yang dingin.

- Peralatan navigasi
Kompas, peta, penggaris, busur derajat (protactor), alat tulis, dan Global Positioning System (GPS).

- Survival kit
Korek api, lilin, jarum jahit dan benang, kantong plastik, peniti dalam berbagai ukuran, senter atau headlamp, peluit, pisau (pisau lipat, pisau tebas), dan raincoat.

PAKAIAN HANGAT.

- Jaket
Jaket digunakan untuk melindungi diri dari dingin, sengatan matahari atau hujan. Akan sangat baik bila jaket memiliki dua lapisan (double-layer). Lapisan dalam biasanya berbahan penghangat dan menyeyerap keringat seperti wool atau polartex, sedang lapisan luar berfungsi menahan air dan dingin.

- Syal atau slayer
Dapat digunakan untuk menghangatkan leher ketika cuaca dingin, dapat juga digunakan sebagai saringan air ketika survival, dan baik digunakan untuk perban darurat ketika dalam keadaan darurat.

PERALATAN TIDUR

- Satu set pakaian tidur, Kaos kaki, Sleeping bag, Matras dan Tenda.

PERLENGKAPAN MASAK.

Terdiri dari alat-alat makan (sendok, piring, gelas), Alat masak (nesting, trangia, kompor, gas, minyak tanah, spritus), dan tempat air minum.

ALAT KOMUNIKASI DAN ALAT DOKUMENTASI.

Kamera, Handy Talky (HT), ataupun HP satelit jika daerahnya tak terdapat sinyal telekomunikasi.

6. Menyediakan segala kebutuhan administrasi.
Setiap daerah mempunyai peraturan perijinan yang berbeda. Izin ini tergantung juga pada sifat kegiatan yang akan dilakukan, apakah untuk penelitian, wisata, pembuatan film, atau petualangan. Surat-menyurat yang diperlukan dalam perjalanan kegiatan alam bebas antara lain surat pengantar dari lembaga terkait, surat ijin kegiatan (Kepolisian atau bakesbang), surat ijin masuk kawasan (SIMAKSI), Kartu Tanda Penduduk dan surat keterangan sehat dari dokter.

PELAKSANAAN.

Pada saat melakukan pendakian hendaknya memperhatikan beberapa aspek penting berikut:

- Melapor pada pos pendakian
Sebelum pendakian dilakukan, melapor dan memperoleh izin dari pihak-pihak terkait terutama di pos pendakian adalah hal yang wajib hukumnya. Di pos pendakian, isilah buku tamu dengan mencantumkan lama pendakian, alamat lengkap dan nomor telepon keluarga atau teman yang dapat dihubungi bila terjadi musibah di gunung. Setelah kembali (turun) dari mendaki gunung jangan lupa untuk melapor kembali ke Pos Pendakian.

- Jangan melakukan pendakian seorang diri.
Lakukan pendakian dalam group dan jangan pernah terpisah. Ketika mendaki secara berkelompok, kemampuan baik fisik dan emosional tiap orang akan berbeda-beda. Ada yang fisik dan staminanya luar biasa dan ada juga sebaliknya. Ada yang ketenangan dan kematangannya mungkin lebih baik dalam menghadapi tekanan dibanding yang lain. Jaga kebersamaan saat mendaki. Usahakan menunggu jika ada tim yang tercecer di belakang. Kasus hilang di gunung sebagian besar karena tersesat dan memisahkan diri dari rombongan.

- Hindari mendaki pada malam hari
Selain berbahaya untuk pergerakan, kebanyakan hewan buas juga aktif pada malam hari (nocturnal). Salah satu cara agar terhindar dari ancaman hewan buas adalah mendaki pada pagi atau siang hari. Hentikan segala aktivitas pendakian pada malam hari untuk meminimalisir resiko bertemu hewan buas.

- Ikuti jalur yang sudah ada.
Jalur pendakian di setiap gunung yang umum didaki biasanya jelas dan terlihat. Tetap ikuti jalur dan jangan pernah memilih jalan lain. Jika melewati percabangan yang membingungkan dan tidak yakin dengan jalur mana yang mesti diambil, pasanglah tali berwarna sebagai penanda. Jika ternyata jalur yang dipilih salah maka dapat kembali ke persimpangan awal, namun jangan lupa untuk mencabut kembali penanda yang telah dipasang.

- Jangan memaksakan diri.
Tidak ada yang salah jika merasa lelah. Mendaki gunung bukanlah ajang untuk kuat-kuatan, fisik seseorang memang beragam. Beristirahatlah jika memang diperlukan. jika sedang dalam perjalanan, minta ketua rombongan untuk berhenti. Sekali lagi, jangan terpisah dan membiarkan yang lain melanjutkan perjalanan sedangkan kamu sedang istirahat.

- Jangan merusak.
Selama pendakian hindari perbuatan-perbuatan yang dapat merusak keindahan dan keseimbangan alam seperti menebang tumbuhan sembarangan, melakukan aksi coret-coret (vandalisme), menangkap hewan, memetik bunga (seperti edelweiss), maupun membuang sampah non-organik terutama sampah plastik yang dihasilkan selama pendakian. Sampah hendaknya dikumpulkan dalam kantong plastik, dibawa turun dan dibuang di tempat sampah yang terdapat di pos pendakian.

PASCA PELAKSANAAN.

Jangan meremehkan evaluasi, selalu lakukan evaluasi kegiatan setiap harinya ketika mendaki maupun setelah kegiatan selesai. Hal ini penting untuk mengetahui kesalahan yang dilakukan agar tak lagi terulang ketika akan melakukan perjalanan selanjutnya.

Sekian beberapa persiapan dasar yang harus diperhatikan dalam melakukan pendakian. Ingat, PERSIAPAN DASAR, masih ada beberapa pengetahuan lain yang harus dipelajari, diantaranya packing, mengenal karakteristik dan kontur gunung, ilmu mountaineering, navigasi, pertolongan pertama, SAR dan evakuasi, jenis-jenis penyakit gunung, dan beberapa cara survival.

JANGAN MAU MATI DI GUNUNG.

Jangan ada lagi korban yang terenggut, jangan ada lagi nyawa yang melayang. Terakhir, It is not the mountain we conquer, but ourselves. Bukan gunung yang kita taklukkan, tapi diri kita sendiri.

source; http://thelostraveler.com/
photo; panoramio.com/

JUNGLE FOOD; PAKIS


Pakis adalah tanaman berbentuk rumpun , yang biasanya tumbuh baik di daerah kering dan lembab dan di bawah lingkungan yang teduh. Saat musim seminya (sekitar April dan Mei), pakis akan menumbuhkan tunas daun muda yang masih kuncup dengan bentuk ujung daun melengkung yang mirip dengan kepala biola. Saat kita di hutan/gunung, daun pakis muda ini bisa olah sebagai pelengkap menu makan.

Sayur pakis ini biasa tumbuh di hutan atau ngarai-ngarai. Mencarinya agak sulit, sehingga tak heran kalau harganya juga agak mahal. Dan uniknya, di menu Western sayur pakis ini juga terkenal lho. Bedanya, ia disebut dengan fiddlehead fern.

Mengolah sayur pakis ini gampang-gampang susah, karena berbeda dengan sayur yang lain, maka ketahui dulu beberapa info tentangnya.

- Pilih sayur pakis yang daunnya belum mekar. Cari yang memang masih kuncup karena jauh lebih nikmat.

- Buang batang sayur pakis bagian bawah (setidaknya 5-6 cm) karena umumnya keras.

- Batang sayur pakis sebaiknya dibelah dua agar lekas matang saat dimasak.

- Saat mencuci sayur pakis, gunakan garam masak. Garam berfungsi membunuh bakteri-bakteri yang ada serta menghilangkan aroma lembabnya.

- Tidak perlu dijemur agar tidak alot, cukup masukkan sayur pakis pada air yang mendidih. Buang airnya, kemudian tambahkan air dan didihkan lagi. Angkat.

- Siapkan bumbu-bumbu untuk sayur pakis dan masak hingga aromanya harum dan bumbu merasuk.

Sayur pakis ini selain lezat juga banyak nutrisinya. Cocok dimasak dengan ebi kering atau dengan teri nasi agar lebih sedap. Ditambahkan pada sayur pedas juga nikmat. Selamat memasak.

Dikutip dari berbagai sumber.

Pelajaran Hidup yang Hanya Bisa Kamu Dapatkan Lewat Perjalanan

Perjalanan kerap dianggap sebagai proses untuk menemukan diri sendiri. Lewat perjalanan, seseorang tidak hanya menambah pengetahuannya mengenai tempat-tempat baru, melainkan juga membuka tabir diri yang belum diketahui selama ini. Tapi tidak semua orang sepakat pada pendapat ini.

“Mengenal diri sendiri kan gak harus lewat traveling. Baca buku dan menulis juga bisa membuat kita mengenal diri sendiri, kok!”
Walau pendapat diatas tidak sepenuhnya salah, harus diakui bahwa memang ada beberapa hal yang hanya bisa kamu pelajari lewat proses mengangkat ransel dan melangkahkan kaki ke tempat-tempat asing. Duduk, membaca bahkan menonton tayangan penambah wawasan sebanyak apapun tidak akan membuat kamu bisa merasakan hal-hal ini. Apa aja sih hal-hal tersebut?

1. Kamu Akan Sadar Bahwa Zona Nyaman Selalu Bisa Diperluas.

Barangkali selama ini kamu tinggal di Jogja yang dikenal sebagai kota dengan kultur selo dan makanan manisnya. Kamu merasa tidak akan mungkin sanggup hidup di Jakarta yang ruwet dan semrawut. Tapi suatu hari kamu memutuskan melakukan perjalanan keliling Jawa lewat jalur darat.

Melalui perjalanan tersebut kamu akan sadar bahwa, ternyata kamu tetap bisa hidup di berbagai kota yang kultur dan situasinya berbeda. Ada banyak daerah lain yang berbeda dari kota asalmu, akan ada orang-orang dengan aksen dan gaya bicara berbeda yang kamu temui. Anehnya, kamu tetap akan merasa nyaman.

Dari perjalanan kamu akan memahami bahwa zona nyaman tidak akan datang sendiri. Kamu harus berusaha melatih diri untuk menerima situasi yang kamu hadapi dan membuat dirimu bisa bertahan di dalamnya. Zona nyaman tidak pernah berhenti di satu tempat saja, ia selalu bisa diperluas.

2. Kebaikan Adalah Mata Uang Yang Selalu Bisa Digunakan Di Berbagai Belahan Dunia.

Melalui perjalanan kamu akan bertemu dengan beragam tipe orang dari berbagai latar belakang. Pribadi-pribadi dengan kebiasaan dan gaya hidup yang kadang berseberangan denganmu. Lewat interaksi dengan mereka, matamu akan terbuka,

“Ternyata akan selalu ada orang baik dimanapun.”
Ketika kamu tersesat karena salah naik bus di Fukuoka, ada ahjusi (nenek-nenek) yang menghampirimu dan menunjukkan jalur yang tepat meski menggunakan bahasa Inggris yang patah-patah.
Waktu kamu yang berjilbab kesulitan mendapat host-family di Amerika Serikat pasca tragedi 9/11 ada pasangan sesama jenis yang rela membuka pintu rumahnya dan menerimamu sebagai keluarga.
Perjalanan membuka matamu bahwa kebaikan adalah mata uang universal yang selalu bisa digunakan dimanapun. Meski menggunakan bahasa berbeda, tapi kebaikan dan perhatian akan selalu punya bahasanya yang sendiri yang akan bisa dipahami oleh siapapun.

3. Kamu Tidak Boleh Menilai Sesuatu Sampai Kamu Merasakannya Sendiri.

Selama ini pemberitaan di berbagai media menceritakan betapa indahnya Jepang dan Korea. Ada sakura, ada pesta kembang api, kaya akan unsur modern dan tradisional. Karena penasaran dengan hal-hal tersebut akhirnya kamu memutuskan untuk melakukan perjalanan kesana.
Tapi ternyata kehidupan lokal masyarakat Jepang dan Korea tidak sesempurna di film drama serial yang sering kamu pelototi tiap malam itu. Mereka tetap berjuang untuk bisa mendapatkan pekerjaan, wanita Asia Timur bahkan harus berjuang untuk hidup dalam sistem masyarakat yang sangat patriarkal.

Kekagetan yang sama juga kamu rasakan saat menjejakkan kaki di tanah Papua. Daerah di ujung timur Indonesia yang sering digambarkan sebagai pulau penuh konflik ini ternyata jauh dari menyeramkan. Sentani dan Jayapura membuatmu tak bisa berhenti berdecak kagum.
Hanya pejalanlah yang akan mampu mengambil keputusan bijak untuk tidak gegabah dalam mengambil penilaian terhadap sesuatu, sebelum mereka melihat dan mengalaminya secara langsung.

4. Hidup Tidak Akan Selamanya Ramah Padamu

Dalam perjalanan, seseorang akan dihadapkan pada berbagai ujian dan tantangan. Mulai dari rasa makanan yang absurd, kesulitan berkomunikasi karena perbedaan bahasa, kehujanan sampai kehilangan barang berharga. Walau dihadang kesulitan dan jalan terjal tapi kamu akan teguh berpegang pada keyakinan untuk terus melanjutkan perjalanan.

Dari kegiatan mengangkat keril dan berjalan itulah kamu akan sadar bahwa hidup tidak akan terus ramah padamu, dan kamu harus bisa menghadapinya. Perjalanan akan membuat seseorang terbiasa untuk beradaptasi pada berubahnya kurva hidup. Akan selalu ada masa hidup mengeluarkan candaannya dan membuatmu jatuh untuk sementara waktu.
Ketika dihadang oleh berbagai kesulitan, kamu hanya punya 2 pilihan: bangkit dan melanjutkan perjalanan atau duduk diam menunggu redanya angin cobaan. Kebanyakan pejalan akan dengan gagah memilih opsi pertama. Kasar dan beringasnya hidup tidak akan mampu membuat mereka jadi pecundang yang mudah menyerah.

5. Hanya Kamu yang Bisa Menyelamatkan Dirimu Sendiri

Teman, keluarga, dan orang-orang yang bisa diandalkan akan selalu datang dan pergi. Tidak akan ada orang yang bisa menjamin 100% bahwa dia akan terus ada dalam hidupmu. Perjalanan akan mengajarkanmu satu hal penting: di akhir hari, hanya dirimulah yang bisa kamu andalkan.

Pemahaman macam ini kamu dapatkan dari pendakian Gunung Slamet yang pernah membuatmu hampir mati karena hipotermia. Otakmu dengan galak terus berteriak untuk memaksa kaki yang makin kaku agar terus melangkah. Pikirmu saat itu,

“Aku harus terus berjalan dan menyelamatkan diri sendiri, atau menyerah dan menunggu diselamatkan Tim SAR.”
Seorang pejalan akan banyak berdialog dengan dirinya sendiri. Ia paham betul bahwa ia harus benar-benar bisa mengandalkan diri sendiri dalam berbagai situasi. Seorang pejalan adalah pribadi yang hangat dan bisa bergaul dengan orang banyak. Tapi tetap tidak jadi orang yang takut saat harus menghadapi semuanya sendirian. Ia sudah mafhum diluar kepala bahwa hidup memang sebuah perjuangan yang sepi.

6. Kamu Bisa Berjalan Sendirian, Tapi (Kalau Kamu Mau Berusaha) Kamu Tidak Akan Merasa Kesepian

Selalu ada orang baru yang bisa kamu kenal. Selalu ada kesempatan untuk berbincang dan menjalin hubungan dengan penduduk lokal atau sesama pejalan. Selalu ada titik dimana sesama manusia akan bisa terhubung, hanya jika masing-masing pribadi mau membuka diri.

Lewat perjalanan kamu akan sadar bahwa rasa sepi adalah pilihan yang bisa kamu ambil atau kamu tinggalkan. Kesepian atau tidak ditentukan oleh sikap dan pilihanmu sendiri. Selama kamu memilih untuk tidak merasa sepi, maka akan selalu ada cara untuk menyingkirkan rasa tersebut dari dirimu.

7. Sendirian Ternyata Tidak Semenakutkan Bayanganmu
Barangkali selama ini kamu adalah orang yang paling enggan sendirian. Makan harus sama teman-teman, pergi dan belanja juga harus ditemani pacar. Rasanya melakukan semua hal sendirian itu tidak nyaman. Coba deh lakukan perjalanan seorang diri ke suatu tempat, kemungkinan besar pandanganmu soal kesendirian akan berubah.

Dalam perjalanan (terutama yang memakan waktu lama) kamu akan menemukan pemaknaan baru soal kesendirian. Alih-alih mengerikan, kamu akan merasa bahwa sepi dan sendiri terkadang justru membebaskan. Ada kalanya kamu memang butuh sendiri dan mendengarkan apa yang hatimu mau.

Hidup tidak selamanya harus riuh, kamu tidak harus terus didampingi untuk melanjutkan hidup. Terkadang kamu tidak percaya bahwa kamu bisa menghadapi semua tantangan di perjalanan tanpa bantuan siapapun. Sendiri, ternyata tidak semenakutkan apa yang kamu bayangkan selama ini.

8. Berbincang Dengan Orang Asing Itu Ternyata Asyik

Saat naik kapal untuk melihat bunga di Pulau Nokonoshima, Kyushu, kamu bertemu dengan ibu muda yang membawa 2 anak lelakinya. Dia menanyakan dari mana asalmu. Kalian kemudian terlibat dalam pembicaraan seru. Dari perbincangan itu kamu baru tahu bahwa banyak wanita Jepang harus meninggalkan pekerjaan purna waktunya setelah menikah.

Perjalanan akan membuatmu sepakat bahwa selalu ada sisi menarik dari setiap orang yang kamu temui. Membuka diri dan berbincang dengan mereka akan makin menambah wawasan tentang kultur tempat yang sedang kamu kunjungi. Ternyata membuka diri dan mengenal orang baru justru akan makin membuatmu kaya.

9. Bahagia Dan Rasa “Terpenuhi” Justru Kerap Datang Dari Hal-Hal Sederhana

Tinggal di Korea dengan uang kurang dari 500.000 Won per-bulan (5 juta rupiah) pernah membuatmu jadi orang paling nelangsa di dunia. Bagaimana tidak, separuh dari uang tersebut harus kamu gunakan untuk membayar sewa kamar. Sisanya baru bisa digunakan untuk kebutuhan pribadi.

Traveling dan menjajal hidup di tanah lain tidak hanya membuatmu jadi orang yang lebih tangguh. Ia juga akan membuka persepsi lain soal kebahagiaan. Kamu akan tahu kalau bukan cuma uang dan kepemilikan materi yang bisa membuatmu bahagia.

Walau kamu harus makan tahu dan kimchi tiap hari, toh kamu tetap bahagia ketika melihat kelap-kelip lampu diatas jembatan penyeberangan. Langit yang biru dan terasa dekat sekali diatas kepala sudah bisa membuatmu tersenyum. Baru kali ini kamu nyaman hidup dengan pakaian seadanya dan tanpa polesan make-up tebal.
Perjalanan akan membuatmu bertanya: “Terlalu muluk-kah definisi bahagiaku selama ini?”

10. Selalu Ada Hal Yang Harus Dikorbankan Untuk Mencapai Sesuatu

Perjalananmu bisa tercapai karena kamu gigih menyimpan sepertiga gajimu selama 3 tahun. Kamu harus rela tidak makan diluar, hanya minum teh sementara teman-temanmu bisa memesan latte atau frapuccino di kafe langganan.

Tidak hanya berkorban dalam prosesnya. Di perjalanan pun kamu harus banyak membuat pilihan. Saat mendaki Gunung Lawu, misalnya. Kamu harus memilih akan lewat jalur yang landai, berpemandangan menarik tapi lebih panjang atau naik lewat jalur yang curam, pemandangannya tidak begitu cantik tapi menawarkan waktu tempuh lebih cepat?

Proses menuju dan selama perjalanan mengajarkanmu untuk terus membuat pihan. Kamu tidak akan bisa mendapatkan semua yang kamu mau disaat bersamaan. Hidup adalah proses panjang membuat serentetan pilihan yang tidak akan pernah berhenti.

11. Tidak Diperlukan Zona Waktu Yang Sama Dan Ikatan Darah Untuk Membuat Hubungan Bertahan

Lewat perjalanan kamu akan bertemu dengan banyak orang yang secara ajaib masih terus terhubung denganmu sampai hari ini. Bahkan terkadang kamu merasa lebih dekat dengan mereka dibanding dengan orang-orang di sekelilingmu. Walau tidak bertemu setiap hari dan tidak rutin saling bertukar kabar, kamu hanya tahu bahwa mereka ada.

Kamu akan memandang ikatan pertemanan dan keluarga dengan berbeda. Tidak hanya mereka yang tinggal di zona waktu yang sama saja yang bisa kamu ajak bersenang-senang dan berbagi cerita. Mereka yang tinggal di belahan bumi lain pun bisa membuatmu merasa terdampingi.
Pasangan gay yang dulu membuka pintu rumahnya untukmu itu kini sudah jadi keluargamu. Tanpa proses adopsi yang merepotkan, kamu sudah merasa punya 3 ayah di dunia. Perjalanan akan memberimu perspektif yang lebih luas soal hubungan.

Ternyata orang di seluruh dunia bisa terhubung dengan indah dan lekat. Selama mereka memang mau menjalin kedekatan.

12. Kamu Tidak Lebih Baik (Ataupun Lebih Buruk) Dari Orang Di Luar Sana

Terkadang sebagai orang Indonesia kamu sering merasa rendah diri jika berhadapan dengan bule. Mereka terlihat lebih berani mengungkapkan pendapat, lebih kritis dalam berpikir dan mengeluarkan argumen. Dampaknya kamu enggan membuka pintu interaksi dengan mereka dan terus merasa seperti remah-remah rempeyek.

Atau kasus lainnya. Sebagai orang Jawa kamu merasa lebih pintar dari orang-orang Papua. Setiap melihat mereka yang berkulit hitam dan keriting, kamu akan berpikir kalau mereka tidak secerdas kamu. Padahal kamu belum punya pengalaman berinteraksi langsung dengan mereka.
Tanpa pernah melakukan perjalanan dan melakukan interaksi intens dengan orang di luar zona nyamanmu, pemahamanmu tidak akan pernah berkembang. Kamu akan terus merasa superior dan atau inferior terhadap orang lain. Padahal sebenarnya kamu tidak harus merasa rendah diri atau pun tinggi hati. Toh manusia selalu punya kelemahan dan kelebihannya sendiri.

13. Orang Di Seluruh Dunia Ternyata Tidak Begitu Berbeda

Kamu merasa selama ini terkotak-kotakkan oleh ras, agama dan asal negara? Merasa orang diluar sana aneh dan tidak akan bisa menerima nilai-nilai yang kamu yakini selama ini? Hanya dengan melakukan perjalanan lah pemahaman ini bisa berubah. Dari menjejakkan kaki di tempat baru nan asing kamu akan sadar bahwa semua orang di seluruh dunia punya nilai universal.

Kalian akan tetap tertawa ketika saling mengungkapkan candaan lucu. Kawanmu dari Belgia ternyata juga bisa ikut sedih ketika kamu khawatir keluargamu terkena dampak letusan Gunung Merapi. Meskipun di negara asalnya tidak ada gunung berapi dan Eropa sudah punya sistem penanggulangan bencana yang handal.

Lewat perjalanan kamu akan sadar bahwa manusia di belahan dunia manapun ternyata tidak terlalu berbeda. Terlepas dari perbedaan bahasa ibu, kita tetap bicara dengan bahasa serupa dalam kasih, niat baik dan cinta. Bagi pejalan, dunia tidak lagi terasa asing dan menakutkan.

14. Identitasmu Ternyata Bisa Terus Berkembang

Lewat perjalanan kamu akan mengetahui bahwa konsep diri tidak akan pernah berhenti diciptakan. Dirimu yang sekarang bisa saja berubah dan berkembang. Barangkali kamu tidak suka kentang goreng sebelumnya, tapi di Belanda kamu justru jatuh cinta pada rasa kentang goreng yang gurih.

Kamu yang sebelum memulai perjalanan tidak suka kegiatan outdoor justru bisa jatuh cinta pada snorkeling setelah tinggal di Derawan selama 2 minggu. Kegemaran, preferensi dan nilai yang kamu anut ternyata tidak saklek. Selalu ada ruang untuk perubahan yang tersedia dalam dirimu.

15. Kamu Tidak Akan Lagi Bisa Mendefinisikan “Rumah” Hanya Di Satu Tempat

Selepas perjalanan yang mengubah banyak hal dalam hidup, konsepmu tentang “pulang” dan “rumah” juga akan ikut bergeser. Rumah bagimu bukan lagi hanya kota kelahiran atau tempat dimana orang tuamu tinggal. Ada tempat dan orang-orang lain di belahan dunia sana yang juga bisa membuatmu merasa kembali.

Inilah harga yang harus dibayar dari sebuah perjalanan yang memberikan banyak nilai ke hidupmu. Separuh hati dan kehidupanmu akan terus tertinggal di tempat yang kamu kunjungi. Ada suara dalam dirimu yang akan terus memanggil untuk kembali ke tempat-tempat itu.
Lalu, apakah kamu menyesal karena selepas perjalanan “pulang” dan “rumah” bertransformasi jadi lebih rumit?

Tentu tidak. Bagaimana kamu bisa menyesalkan sebuah perjalanan yang mengubahmu jadi pribadi yang lebih baik?

16. Perjalanan Memperlihatkan Bahwa Dunia Masih Sangat Luas Dan Kakimu Akan Selalu Gatal Untuk Pergi

Perjalanan membuka matamu tentang betapa luasnya dunia, betapa banyak tempat yang belum kamu jamah dengan kakimu, betapa rakusnya kamu untuk mendapatkan kesempatan menghirup udara yang berbeda. Kamu tidak akan pernah merasa cukup hanya dengan sebuah perjalanan. Kakimu akan selalu gatal untuk pergi.

Lewat proses mempersiapkan diri dan membawa kakimu menjelajahi tempat-tempat asing kamu akan belajar bahwa selalu ada hal yang layak diperjuangkan dalam hidup. Pekerjaanmu yang kadang membuatmu setengah gila tetap layak dilakoni, karena hanya dengan penghasilan itulah kamu bisa mengumpulkan uang untuk pergi ke Derawan.
Kesibukan dari jam 9 pagi hingga jam 9 malam memang melelahkan, tapi kamu tetap punya pilihan untuk menyerah atau berjalan dan menghadiahi diri dengan perjalanan kelak. Dari perjalanan kamu akan tahu bahwa hidup tidak akan pernah berhenti di sisi bumi tempat kakimu berdiri.

17. Kamu Tidak Akan Jadi Orang yang Sama Selepas Pulang

Ada hal-hal yang tidak akan lagi sama selepas kamu kembali ke tempat asal. Kamu jadi lebih kritis memandang masyarakat dan interaksi di sekitarmu. Ide-idemu jadi lebih liar, keyakinan dan prinsip yang kamu anut pun makin kuat. Perjalanan ternyata mengubahmu dalam waktu singkat.
Banyak orang akan menganggapmu aneh dan nyinyir. Proses menyesuaikan diri kembali memang tidak pernah mudah. Tapi yakinlah, kini kamu sudah dalam proses untuk berkembang jadi pribadi yang lebih baik. Perjalanan bukan pecundang yang hanya mengambil waktu dan tabunganmu tanpa pernah mengajarkanmu sesuatu.

Bagaimana, apakah kamu para pejalan juga merasakan hal yang serupa? Apakah kamu yang belum banyak melangkahkan kaki melihat dunia jadi gatal ingin berjalan setelah membaca ini?

Dunia masih luas diluar sana, dan sayangnya kita hanya punya satu kali kesempatan hidup untuk menjelajahinya. Jadi, kenapa tidak mulai dari sekarang?

source; hipwee.com

12 Skill Bertahan Hidup Yang Harus Kamu Kuasai Untuk Selamat Di Alam Liar

Petualang dan penulis buku asal Amerika, Creek Stewart, terkenal dengan kalimatnya yang bilang bahwa bencana itu hanya masalah waktu. “Bukan apakah kita akan tertimpa bencana, tapi kapankah.” katanya dalam bukunya yang berjudul Build the Perfect Bug-Out Bag: Your 72-Hour Disaster Survival Kit.

Kamu nggak mungkin selamanya diam di rumah dan baru mau keluar kalau tempat yang kamu tuju ada di Foursquare. Sekali waktu pastilah kamu tergoda untuk bertualang ke pulau-pulau terpencil di seluruh penjuru Nusantara. Coba bayangkan segalanya tak berjalan sesuai rencana. Dirimu terdampar di pulau yang gak ada di peta. Dengan kondisi fisik dan peralatan yang terbatas, bisa gak kamu bertahan hidup? Gak usah muluk-muluk deh, bisa gak kamu melewatkan satu malam di alam liar?

Merasa tertantang? Baca dulu panduan bertahan hidup di bawah ini, yang udah Hipwee sarikan dari tulisan Creek Stewart:

++ Skill #1
Menemukan Lokasi Bermalam Yang Aman.

Kamu mesti menemukan tempat yang kering dan tidak terletak lebih rendah dari permukaan tanah di sekitarnya. Hindari lembah dan area yang bisa dialiri air karena banjir bisa datang kapan saja. Pilih tempat yang jauh dari sarang serangga atau pohon-pohon lapuk. Kamu gak mau ditimpuk kayu saat tidur, ‘kan?

++ Skill #2
Mendirikan Shelter Darurat

Ingat ya, ini sekedar tempat berlindung. Jadi jangan harap kamu akan menemukan kenyamanan ala di tenda. Hipotermia adalah pembunuh utama jika kamu terdampar di daerah bercuaca dingin seperti gunung. Supaya selamat, kamu butuh tempat berlindung yang terisolasi agar suhu badanmu tetap hangat.

Temukan beberapa cabang pohon yang cukup kuat untuk disusun sebagai tempat berlindung. Gunakan pohon yang masih berdiri sebagai tumpuan. Lapisi shelter kamu dengan daun atau ranting. Jangan lupa, lapisi juga lantainya dengan daun yang lebih lebar. Itu untuk mencegah panas tubuhmu diserap oleh tanah.

++ Skill #3
Menyalakan Api.

Kamu dianjurkan menyalakan api menggunakan baterai. Baterai jenis apa aja bisa — kamu tinggal bikin arusnya jadi pendek. Hubungkan kutub (+) dan (-) dari baterai dengan kertas timah (dari bungkus rokok atau permen karet). Percikkan api yang akan tercipta ke bundelan yang terbuat dari benda kering dan lembut seperti akar, rumput, atau kain. Jaga apimu supaya tetap menyala. Siapkan kayu bakar.

Jika kamu gak punya baterai, kamu bisa menyalakan api dengan batu dan gesekan kayu.

++ Sklill #4
Membesarkan Api.

Setelah berhasil menyalakan api di bundelan, kamu butuh kayu dalam beberapa ukuran: sebesar tusuk gigi, cotton bud, dan pensil. Pertama-tama, siapkan balok kayu seukuran lenganmu sebagai alas bundelan. Kemudian, sandarkan kayu sebesar tusuk gigi dengan miring di atas bundelan tersebut — ini akan membentuk sudut yang bisa dilalui oksigen. Tambahkan kayu yang berukuran lebih besar satu per satu. Begitu seterusnya hingga api unggunmu siap.

++ Skill #5
Mencari Air Bersih.

Ada dua jenis air di alam liar: air yang bisa kamu minum dan air yang bisa membunuh kamu. Saat kamu ragu air itu bisa diminum atau nggak, pilihan terbaik kamu adalah memasaknya. Jika opsi memasak air gak ada di menu, kamu harus bergantung pada hujan dan embun karena air hujan dan embun gak perlu dimasak. Tampung air ketika hujan. Di pagi hari, usap embun di dedaunan dengan kain lap lalu peras kainnya di wadah penampung.

Akar-akar pohon dan beberapa jenis kaktus seperti sylibum (milk thistles) mengandung air di dalamnya. Kalau kamu sedang di luar negeri dan ada pohon mapel disekitarmu, sayat batangnya karena getah pohon mapel bisa jadi sirup berenergi buatmu.

++ Skill #6
Panen Air Dari Pohon.

Seperti manusia, tumbuhan itu juga ‘berkeringat’ sepanjang hari. Proses menguapkan air ini namanya transpirasi. Untuk bisa memanen air bersih dan bisa diminum ini, kamu tinggal membungkus ranting pohon yang berdaun dengan plastik, lalu ikat plastiknya rapat-rapat. Dalam waktu beberapa jam air udah terkumpul di dalam plastik dan siap diminum.

++ Skill #7
Mencari Tumbuhan Yang Bisa Dimakan.

Dalam situasi dimana tujuan utamamu adalah bertahan hidup, gak usah muluk-muluk berniat berburu hewan liar. Jangankan rusa, kelinci aja susah ditangkap. Gantungkan hidupmu pada hewan-hewan kecil kayak ikan, katak, atau kadal. Namun, pilihan paling aman adalah menyantap tumbuhan. Pisang dan nanas sangat mudah ditemukan di hutan Indonesia. Selain itu, kamu juga bisa mengonsumsi rotan, rebung, daun semanggi, dan paku-pakuan. Tambah wawasan kamu soal makanan di alam liar dari buku-buku panduan.

++ Skill #8
Berburu Dengan Tombak.

Ketika hasrat karnivoramu udah gak bisa dibendung lagi, buatlah tombak bermata empat yang akan jauh lebih efektif dalam menangkap ikan dan hewan buruan lain daripada tombak bermata tunggal. Caranya, tebas kayu pohon sehingga panjangnya sama dengan tombak pada umumnya dan diameternya kira-kira 2,5 sentimeter. Belah salah satu ujungnya jadi empat bagian, masing-masing sepanjang 25 cm. Sempalkan kayu atau batu kecil agar empat bagian tadi terpisah. Tajamkan ujung-ujungnya. Jadilah tombak bermata empat hasil kerja keras tanganmu.

++ Skill #9
Membaca Kompas Alam.

Jika GPS dan kompasmu rusak (atau lupa kamu bawa), dengan mudah kamu bisa menentukan arah timur dan barat dari posisi matahari terbit dan terbenam. Jika kamu menggunakan jam tangan analog, hadapkan jarum jam ke arah matahari. Tarik garis imajiner diantara jarum jam dan angka 12 — itu adalah garis yang menghubungkan utara dan selatan.

++ Skill #10
Membaca Rasi Bintang.

Cari paling mudah untuk menentukan arah mata angin setelah matahari terbenam ialah menemukan rasi bintang Beruang Besar. Rasi ini dikenal juga dengan nama Gayung Besar. Istimewanya, ketika rasi bintang lain berputar dan ‘berpindah’ sepanjang malam rasi bintang ini tetap berada di utara.

Ciri-ciri gugusan bintang ini adalah terdiri dari 7 bintang dan berbentuk gayung. Nah, di seberang Gayung Besar terdapat gugusan bintang Gayung Kecil, yang seperti namanya berukuran lebih kecil dan nggak sebenderang Gayung Besar. Di ujung ‘gagang’ Gayung Kecil terdapat Polaris a.k.a. North Star: arah utara yang paling hakiki. Di daerah khatulistiwa seperti Indonesia, North Star bisa ditemui di dekat garis horizon.

++ Skill #11
Membuat Simpul Bowline

Beruntung jika kamu dulu rajin ikut kegiatan pramuka: anak-anak pramuka simpul ini sebagai simpul bendera. Bagi kamu yang belum tahu, simpul ini berguna banget untuk mengikat dan menahan beban. Semakin berat beban yang ditahannya, semakin kencang simpul itu mengikat

++ Skill #12
Mengirim Sinyal S.O.S.

Pada suatu waktu, mungkin karena kondisi fisik, satu-satunya harapanmu adalah menunggu pertolongan. Pastikan kamu berada di tempat terbuka seperti padang rumput atau puncak bukit agar kamu mudah dilihat dan dievakuasi. Pilihan pertama membuat sinyal ialah dengan kepulan asap dari api. Harap diingat: ini bukan soal api gede doang, tapi juga gimana caranya asap yang kamu hasilkan bisa mengepul tebal sehingga menarik perhatian pesawat atau kapal yang lewat. Jadi ketika api yang kamu buat udah membara, tumpukkan dedaunan dan rumput yang masih hijau dan lembab di atasnya. Asap akan mengepul tebal. Walaupun hanya bertahan 10-15 detik, itu akan cukup untuk menarik perhatian.

Pilihan kedua adalah menggunakan sinyal dari cermin. Bahkan refleksi dari cahaya bulan bisa dilihat dari jarak hampir 160 kilometer, lebih jauh jangkauannya daripada senter. Manfaatkan benda apapun yang bisa memantulkan cahaya seperti spion atau layar ponsel. Kuncinya ialah mengarahkan pantulan cahaya secara tepat, dan ini cukup mudah. Arahkan cermin yang kamu punya ke matahari atau bulan (tidak secara langsung, tapi dimiringkan sedikit) hingga kamu melihat pantulan cahaya di permukaan cermin tersebut. Ketika kamu melihat kapal atau pesawat lewat, bikin salam peace dengan salah satu tangan kamu, dan “letakkan” kapal atau pesawat nan jauh disana itu di antara dua jari damai tadi. Kemudian gerakin pemantul cahaya maju dan mundur dibelakang salam peace kamu.

Beberapa skill di atas membutuhkan latihan dan kekuatan memori otak. Gak ada salahnya kamu pelajari dulu di rumah, lalu ajak seorang teman untuk bertualang ke hutan atau gunung sekaligus kalian latihan. Praktekin semua skill yang kamu tahu. Jangan lupa kasih info ke mana kalian bertualang kepada keluarga, teman, dan petugas setempat, ya.

Source; hipwee.com

Teknik Berjalan Untuk Mendaki dan Menuruni Gunung



Berjalan, mungkin tidak begitu diperhatikan oleh kebanyakan orang, karena setiap hari dilakukan dari mulai kecil mulai berjalan hingga dewasa. Tetapi, musibah saat pendakian gunung justru datang pada kaki, alat manusia untuk berjalan. Mengapa? Cara berjalan yang salah bisa menyebabkan kaki cepat lelah, lecet hingga bengkak karena salah tumpuan.

Usahakan berjalan dengan badan lurus untuk menyeimbangkan badan atas dan bawah. Pusatkan beban di area pinggang, bukan pundak. Selalu bertumpu pada tumit saat kaki mendarat, kaki harus sedikit membengkok dengan santai, tidak boleh lurus, dan jatuh sejajar dengan badan.

Mengambil jarak langkah yang terlalu lebar dari badan sangat tidak disarankan karena akan beresiko cedera lebih besar dan menguras energi.

Saat kaki telah mendarat sepenuhnya, maka berat tubuh akan bertumpu pada seluruh permukaan kaki sebelum memulai untuk melangkah pergi.

Tumpuan berat kini akan beralih pada kaki sebelah, dimana kaki Anda yang akan melangkah maju menjadi tuas yang kuat untuk mendorong tubuh kedepan, gunakan kelima jari kaki Anda untuk mencengkeram pijakan sehingga keseimbangan melangkah akan didapat. Lakukan hal ini dengan perlahan, tidak terburu – buru yang mengakibatkan kaki bekerja terlalu keras yang dapat berujung pada cedera.

Saat berjalan usahkan tangan tetap berada di samping badan, bukan di depan pundak. Lebih baik lagi bila menggunakan Trekking Pole saat medan yang ditempuh cukup sulit untuk membantu memudahkan tumpuan beban pada tubuh.

Selanjutnya adalah ketika berjalan pada tanjakan naik.
Tetap gunakan langkah sedang yang sejajar dengan badan atas, tidak membungkuk. Posisi badan agak bersandar kedepan, tapi tidak membungkuk. Porsi banyaknya Anda bersandar adalah tergantung dari sudut kemiringan medan.

Buat gerakan mendorong kedepan dengan kaki belakang yang lurus, sedang kaki depan menapak perlahan. Bila Anda menggunakan trekking pole, tempatkan pada samping badan Anda, tidak didepan, tidak juga terlalu jauh, untuk menstabilkan keseimbangan badan saat melangkah.

Saat menuruni tanjakan, tetap gunakan tumit dahulu saat mendarat dengan kaki yang dibengkokan perlahan, tidak lurus. Hal ini untuk menghindari terjadinya cedera pada sendi lutut.

Bila Anda menggunakan Trekking Pole, panjangkan jangkauannya untuk memudahkan tumpuan badan saat menuruni tanjakan. Hindari juga kebiasaan memutar engkel kaki dengan tujuan menyesuaikan kaki dengan medan. Berjalan sejajar saja sudah cukup.

Memang setiap saat kita menggunakan kaki untuk berjalan, tapi ketika melakukan pendakian, medan yang ditempuh sangat berbeda, bukan jalan yang halus terus menerus.

Lebih penting lagi untuk memilih sepatu yang benar – benar sesuai untuk trek yang ditempuh. Sepatu dengan bantalan tumit yang empuk dan ringan adalah paling baik.

Kaki juga harus tetap bernapas untuk menghindari jamur dan luka. Gunakan kaus kaki saat melakukan perjalanan, dan segera lepas ketika sudah sampai tempat tujuan, lalu jemur sebentar untuk menghilangkan bau dan jangan lupa bersihkan kaki.

source; suetoclub.wordpress.com/2013/03/28/teknik-berjalan-untuk-mendaki-dan-menuruni-pegunungan/

PENGETAHUAN TENTANG KETINGGIAN

Ketinggian adalah sebuah batas kemampuan diri dalam mencapai sesuatu. Ketinggian kadang kala bisa di capai dan kadang juga sulit ataupun tidak bisa di gapai. Itulah selama ini yang menjadi tujuan hakiki para pendaki gunung. Mencapai ketinggian tertentu sesuai batas diri.

Melakukan semua bentuk kegiatan alam bebas menjadi sebuah tantangan tersendiri seperti penambahan ketinggian. Bertentangan dengan kepercayaan umum, kemampuan untuk menghadapi ketinggian lebih sedikit hubungannya dengan kondisi fisik dan lebih berhubungan dengan masalah genetik. Kondisi medis tertentu seperti asma dan darah tinggi akan diperburuk oleh ketinggian.

Jika kita sedikit menggunakan akal sehat dan melakukan beberapa persiapan, kita akan mendapati bahwa kita akan mampu melakukan kegiatan alam bebas dengan semua cara sampai ketinggaian 15.000 kaki sedikit tidak nyaman dan juga masalah medis.

Level Ketinggian 3.500 kaki dpl (± 1200 mdpl)
Mayoritas populasi Amerika Utara hidup pada batas ketinggian ini. Kebanyakan orang kecuali untuk yang bermasalah dengan cardiopulmary dapat melakukan hampir semua aktivitas pada ketinggian ini. Orang yang hidup pada level ketinggian ini kegiatan mereka hampir tidak mendapat dampak ketika bergerak pada ketinggian ini dimana tekanan udaranya sekitar 12 psi.

Level Ketinggian3500 sampai dengan 6000 kaki (± 1200 s/d 2000 mdpl)
Kebanyakan orang sehat biasa akan mempunyai sedikit masalah pada ketinggian ini. Orang yang bertempat tinggal dibawah ketinggian 2500 kaki akan mulai mengalami kesulitan bernafas ketika mereka ada pada ketinggia diatas 5000 kaki. Orang yang mempunyai masalah caardopulmary akan mendapati masalah serius pada batas ketinggian ini dan harus berkonsultasi fisik sebelum mengunjungi atau memesaan aktivitas olah raga outdoor. Wanita hamil juga akan mengalami masalah pada ketinggian ini sebanding dengan kenaikan kebutuhan oksigen yang diambil oleh janin pada sistem mereka.

Level Ketinggian 6000 sampai dengan 10000 kaki (± 2000 s/d 3400 mdpl)
Pada ketinggian ini beberapa orang bisa memulai mangalami masalah yang berhubungan dengan ketinggian. AMS ( Acute Montain Sickness ) menunjukkan gejala yang muncul pada beberapa ketinggian diatas 6000 kaki. Pada 10.000 kaki, atmosfer hanya 50 % dari yang ditemukan pada ketinggian 3.500 kaki dpl. Bernafas akan menjadi sulit, bahkan ketika dalam kondisi fisik yang bagus. Wanita hamil dan orang dengan masalah cardiopulmonary dianjurkan untuk berkonsultasi sebelum menghabiskan waktu pada ketinggian ini.

Level Ketinggian 10.000 sampai dengan 14.000 kaki (± 3400 s/d 4700 mdpl)
Pertama kali berada diatas ketinggian 10.000 kaki, oksigen terdiri dari atmosfer yang mencapai level yang sedikit membahayakan. Tidak hanya kemungkinan AMS ( Acute Mountain Sickness ), tapi juga resiko HAPE ( High Altitude Pulmonary Edema ) secara cepat bertambah pada ketinggian lebih dari 12.000 kaki. Oleh karenanya, pilot yang terbang pada ketinggian lebih dari 10.000 kaki dianjurkan untuk meiliki oksigen cadangan. Kebanyakan orang yang melakukan meoutenereeng akan mendaki pada ketinggian ini. Wanita hamil, anak dibawah 2 tahun, dan orang yang mempunyai masalah cardiopulmonary seharusnya tidak pergi ke ketinggian yang lebih dari 10.000 kaki. Komplikasi medis yang serius dapat terjadi pada batas ketinggian ini.

Level Ketinggian 14.000 sampai dengan 18.000 kaki (± 4700 s/d 6000 mdpl)
Diatas ketinggian 14.000, seseorang memasuki ketinggian yang ekstrim. Atmosfer dapat hanya 40 % dari yang ditemukan di ketinggian 3.500 kaki, dan tekanan udara dapat turun sampai 10 psi, yang menyebabkan tekanan psikologis pada tubuh. AMS, HAPE dan HACE ( High Altitude Cerebral Edema ) dapat dialami pada batas etinggaian ini. Di Amerika Utara, hanya pendaki yang ekstrim yang akan melebihi ketinggian ini untuk waktu tertentu. Batas ketinggian ini akan berbahaya untuk beberapa orang, bahkan pada kondisi tubuh yang bagus.

Diatas 18.000 kaki (± 6000)
Keinggian diatas 18.000 kaki juga disebut dengan ‘Zona Kematian’. Tekanan udara jatuh sampai dengan 7 psi, tubuh, bahkan dengan cadangan oksigen benar – benar mulai mati. HAPE dan HACE yang hebat dapat terjadi pada ketinggian ini dan gejala AMS hampir secara terusmenerus dialami. Seharusnya hanya pendaki yang sudah saangat berpengalaman yang bertualang pada ketinggian ini dan harus tetap waspada terhadap gejala HAPE dan HACE.

source; belantaraindonesia.org

SAYA JATUH DI LERENG GUNUNG SEMERU


Ini adalah kejadian nyata beberapa bulan sebelum Soe Hok Gie meninggal di Semeru. Jangan mengeluh karena tulisan ini agak panjang. Ada banyak pelajaran yang bisa kita petik dari kisah yang dialami oleh pendaki pendahulu kita ini.
______________________________________________________

Kami hanya berangkat berdua, saya sendiri dan seorang teman di club pendaki kami MERMOUNC (Merbabu Mountainner Club). Tujuannya adalah un­tuk membuktikan pada teman-teman lain bahwa kita sebagai pemuda pendaki sudah selayaknya dapat menggunakan peralatan seperti kompas, peta, menentukan tinda­kan dan mengambil konsekwensi serta tanggung jawab dalam se­buah rencana pendakian. Bukan hanya menyerahkan perjalanan kepada seorang penunjuk jalan atau lain-lain dimana biasanya sebuah team kemudian tinggal mengikuti saja ‘jalan raya’ yang sudah ada.

Saya berangkat dari Jogya tanggal 25/7-1969 bersama seorang ka­wan: Pung. Sebagaimana dengan pendaki­an-pendakian yang lain, kami membawa perlengkapan perkemahan, alat memasak, alat dokumentasi seperlunya, peta, kompas, teropong, pisau, perlengkapan PPPK dan perlengkapan mountaineering se­adanya. Saya katakan seadanya disini karena kami hanya dapat membawa apa yang kami punyai yang sesungguhnya jauh daripada lengkap. Sepatu yang saya pakai hanya sepatu dengan sol karet beralur yang seharusnya hanya me­rupakan sepatu kerja pada lan­tai kasar atau tanah biasa.

Perjalanan secara singkat adalah sebagai berikut:

Tanggal 25/7-1969. Rencana pokok pendakian, peralatan. Jam 23.00 sampai di Surabaya dengan kereta api dari Jogya. De­ngan taksi kita tiba di Malang jam 01.00.

Tanggal 26/7-1969. Disini kami menanyakan kepada orang-orang yang kami anggap datang dari desa tentang jalan-jalan ke Semeru menurut pengetahuan me­reka. Beberapa orang memberikan keterangan, menyarankan be­berapa desa sebagai pangkalan pendakian. Tak ada yang sesuai dengan rencana kami. Kami te­tapkan akan melalui daerah Selatan: Turen. Ternyata keadaan sangat me­rugikan perjalanan kami kalau melintas dari Turen ke Semeru. Kami menggeser ke-Timur, ke Dampit. Masih mengarah ke daerah lintasan lava dan kawah Semeru. Geser ke Timur lagi Kalibening. Kami melapor ke­ kecamatan dan Koramil. Men­dapat penjelasan, lava mengarah ke Selatan ini juga, sedangkan kami tepat di Selatan dari puncak Semeru. Waktu ini hari Sabtu jam 07.30 pagi.

Malam ini menginap di desa Rawabawang yang terletak di Utara Kalibening untuk melihat situasi turunnya lava pada malam hari. Kesimpulan: lava turun mengarah Barat Daya sampai ke Se­latan, menyebar dan melintas sampai ke batas hutan. Kecepatan la­va turun sangat mengagumkan.

Tanggal 27/7-1969 Minggu.Saya Sempat ke gereja di Kali­bening, sebagian penduduk ber­agama Kristen. Dari percakapan-percakapan dengan orang-orang kami mendapat keterangan yang cukup tentang route yang akan kami tempuh.

Keputusan: menggeser sampai ke Tenggara baru akan mendaki. Siang mulai berjalan menuju desa Kamar A di Tenggara Se­meru. Beban pertama dengan ba­han makanan untuk 10 hari, Se­berat masing-masing 25 Kg (diluar berat air). Sering istirahat. Pukul 06.00 mencapai desa Kamar A – Kebon Tawang. Pukul sembilan malam mendirikan kemah istirahat.

Tanggal 28/7-1969, SeninMengisi air masing-masing 7 liter, mulai mendaki. Jam 11.00 sampai pada batas perkebunan-hutan, memasak nasi pada sebuah keluarga kecil, dengan hanya dua buah pondok kecil di tepi hutan itu. Sangat terpencil. Kepala keluarganya bernama pak Djaet. Bagaimana hubungan masyarakat kecil ini dengan dokter, pasar, dll. kami hanya menarik nafas panjang sa­ja.

Pukul 14.00 siang kami mulai menembus hutan. Mulai menggunakan kompas dan memakai naluri penembusan hutan, daerah yang belum pernah dibuat jalan tembusan sebelumnya. Semak-semak cukup lebat. Pohon2 setinggi 10-12 meter. Pukul 16.30 berhenti berjalan – kami telah menempuh ± 800 M dengan sedikit-sedikit menggeser ke Timur, kami dirikan tenda, memasak dsb., istirahat.

Tanggal 29/7-1969, SelasaPukul 08.00 mulai berjalan. Semangat penuh, kondisi baik. Menembus hutan yang mulai makin melebat. Pohon-pohon lurus tinggi dan daun mengembang diatas. Cahaya matahari sangat sedikit, semak melebat. Berjalan sampai pukul 16.00 sore, mendirikan tenda. Udara sangat lembab.

Tanggal 30/7-1969, Rabu Pukul 08.00 mulai lagi. Keada­an yang sama, menemukan sungai batu dengan pasir-pasir berair. Mengisi kembali persediaan air minum. Berkemah di hutan lagi. Keadaan menyenangkan. Banyak kayu ke­ring. Pohon-pohon kira-kira 20 meter tingginya.

Tanggal 31/7-1969, KamisBerangkat seperti biasa. Semak semakin lebat. Kami terus me­ngarah ke sisi lereng Timur un­tuk menemukan lintasan pasir da­ri puncak. Kali ini sangat payah. Satu jam hanya kira-kira 30/50 meter saja. Benar-benar merintis jalan de­ngan membelah semak-semak yang sangat rapat dan berjalin-jalin setinggi kira-kira dua meter.

Pohon-pohon mulai pendek, kira-kira tiga sampai lima meter, cahaya masuk seperti biasa. Tempat yang sudah kami buka (semak) untuk jalan, langsung menjadi terang. Kurang lebih pukul 16.00 me­nemukan celah sempit berbatu yang agak bebas dari semak. Kami mengikuti celah itu, keatas de­ngan cepat, lalu memotong ke kanan. Kira-kira pukul 16.30 mencapai batas hutan dan pasir. Istirahat sambil mempersiapkan makan dan pakaian dingin. Sekitar pukul 20.00 malam bulan muncul. Medan pasir jelas terlihat, kemiringan antara 30 s/d 40 dera­jat. Mencapai lereng dengan bongkah besar, bermalam tanpa tenda. (melihat ke Utara, menyeberang lereng kira-kira 200 meter) buka.

Tanggal 1/8-1969, Jum’atMenyeberang lintasan pasir dan hujan batu selama kira-kira lima jam dan berhasil mencapai lereng Timur (batu-batu lebih stabil) dengan selamat meskipun sangat payah. Istirahat satu jam lalu meneruskan perjalanan langsung mengarah puncak. Kami tepat dari arah 90 derajat Timur. Pukul 16.30 berhenti, udara sangat dingin, empat derajat C. Kami tidur dalam beberapa lapis pakaian di celah-celah batu besar yang ka­mi temukan. Tidak bisa mendiri­kan tenda. Ketinggian sekitar 3000 meter.

Tanggal 2/8-1969. Sabtu: Mencapai puncak.Kita mencapai puncak (+ 3676 m) Pukul 12.00 siang. Pukul 14.00 siang mulai turun ke Utara. Tidur di hutan. Rumput2 tinggi, pohon-pohon pinus mercusy rendah dan jarang, air habis.

Tanggal 3/8-1969. Minggu.Meneruskan menembus hutan belukar kebawah (Utara) sampai di lembah yang sempit. Mulut dan kerongkongan kering sekali. Pu­kul 15.00 menyusur pangkal su­ngai Aran-aran, kami langsung membelok ke Barat (270 meter), menyusur lembah sungai Aran-aran yang masih berdasar pasir kering. Ketinggian sekitar +2350 M. Pukul 16.00 menemukan lapisan lumut di sebuah tebing batu yang poreus, kami dapat menapis air disini. Malam berjalan terus selama jalan dapat dilalui. Sungai mulai berair (kami temui pukul 21.00 malam). Pukul 22.00 malam menuruni air terjun pertama (kecil sekali) dinding batu tegak setinggi 6 meter. Bermalam di­ tepi sungai.

Tanggal 4/8-1969, SeninMelewati beberapa air terjun dengan ketinggian sekitar 5 s/d 15 m. Kami gunakan tali-tali dimana perlu. Tidur malam nyenyak sekali karena sudah sangat lelah.

Tanggal 5/8-1969, Selasa: Hari jatuh. Sampai pada sebuah air terjun dengan dinding yang miring tajam dan dibawah tegak lurus.Tali kami yang 26 meter panjangnya tidak dapat mencapai dasar air terjun. Kami putuskan untuk merangkak pada dinding curam tersebut, menuju tempat yang lebih baik untuk turun. Saya didepan. Pada saat merambat terpeleset ada longsoran kecil dan lepas kebawah, setelah melewati ba­tas miring lalu jatuh bebas, ki­ra-kira 15 meter, dan pingsan. Pung un­tunglah selamat, memberikan pertolongan seperlunya. Tulang paha kanan patah hancur, untung tidak ada luka luar. Tenda didirikan di tepi sungai.

Tanggal 6/8-1969, RabuPung berangkat untuk mencari pertolongan, saya ditinggalkan di tempat dalam keadaan pusing sekali, tidak bisa bergerak bebas karena tulang patah hancur pa­da paha kanan terkena batang cemara tumbang sewaktu jatuh. Bahan makanan tinggal untuk satu hari ditinggalkan seluruhnya dengan pesan supaya diulur (di­perpanjang, dihemat) sampai paling tidak tiga hari. Pung sendiri tidak membawa makanan, hanya perlengkapan darurat, peta/kompas, tali-tali. Saya sendiri te­rus tidur nyenyak sampai pagi.

Tanggal 7/8-1969, KamisBangun, melihat serba dua, pusing, tidur lagi.

Tanggal 7/8-’69. Jum’atMakan pertama sesudah 2 hari tidak makan/minum. Sepertiga dari ransum ditambah air mentah sekenyangnya.

Tanggal 9/8-1969, SabtuMakan kedua, lagi minum air sungai sekenyangnya.

Tanggal l0/8-1969. MingguMakan sisa makanan, mata su­dah normal, tapi masih pusing, banyak tidur.

Tanggal 11/8-1969, SeninMerebus daun2 yang bisa di­makan yang dapat dicapai de­ngan tangan dan tongkat.

Tanggal l2/8-1969, SelasaHanya minum air, dengan perhitungan penghematan daun-daunan yang bisa dimakan.

Tanggal 13/8-1969, RaboMasak daun-daunan tanpa garam atau bumbu-bumbu lain. Semua sudah normal. Mata melihat terang, tidak pening, berpikir normal.

Tanggal 14/8-1969, KamisSudah lewat waktu yang Pung tentukan sendiri. Menghemat daun-daunnan lagi. Mulai ragu-ragu apa­kah Pung berhasil atau dia sen­diri mengalami kecelakaan.

Tanggal 15/8-1969, Jum’at : Diketemukan kembali,Merasa sangat gelisah, akhirnya memutuskan untuk mencoba bergerak sendiri. Ini hari ke 10 saya ditinggalkan di air terjun tsb. Tapi ternyata setelah semua siap, kaki sangat sakit untuk digerakkan. Hanya bisa menggeser beberapa meter dari tenda. Kembali lagi, menggagalkan rencana semula dan tetap menanti di­ tenda.

Sore pukul 17.30 ada tiga orang membuka tenda, lalu muncul lagi enam orang temasuk rekan saya sendiri: Pung. Tambah lagi satu orang anggota Kopasgat dan seorang anggota Polisi Kehutanan. Bisa dibayangkan bagaimana pe­rasaan saya sehabis sembilan hari ke­laparan dan sendirian.

Tanggal 16/8-1969, Sabtu: Bergerak pulangKaki yang patah dijepit de­ngan papan kayu cemara yang dibuat secara darurat, dibalut dengan kain-kain, paling luar kain tenda, lalu dipikul dengan batang kayu cemara pula. Setiap air terjun diturunkan dengan tali-tali. Agak ngeri juga. terlebih saya kini dalam keadaan tak dapat bergerak sama sekali. Malam belum bisa mencapai desa. Masih sepertiga perjalanan kare­na beratnya medan. Besok direncanakan menyelesaikan seluruhnya. Saya dan Pung dan enam orang menginap di sebuah dataran air terjun yang indah, kiri kanan te­bing ditumbuhi pohon-pohon dengan semak-semak semacam anggrek tanah. Kopasgat, Polisi Kehutanan dan yang lain mendahului untuk memberi berita yang tertinggal menunggu di desa Magersari.

Tanggal 17/8-1969, Minggu: Kembali keperadabanPagi-pagi sekitar pukul sepuluh datang dua orang dari kesehatan Kopasgat. Kemudian berangkat lagi. Kali ini banyak yang menolong. Beberapa orang lagi dan Pasgat yang dikirim kelihatan. Mencapai Magersari sore, diteruskan ke Pandansari. Ditempat yang mungkin untuk kendaraan, dijemput sebuah ambulans dan terus ke rumah sakit (masuk Malang jam 11.30 malam).

Ini adalah pendakian yang paling panjang yang pernah kami lakukan. Saya sendiri semula memperkirakan keseluruhan perja­lanan hanya memakan tujuh hari, ter­nyata untuk mencapai puncak adalah hari kesembilan. Dan dari tanggal 25/7 sampai dengan tanggal 17/8-’69 adalah 24 hari.

source; Intisari no.83 Juni 1970
http://survivalskillsindonesia.wordpress.com/2014/02/27/saya-jatuh-di-lereng-gunung-semeru/

foto ilustrasi; http://mastekop.blogspot.com/

PANDUAN SHALAT KETIKA MENDAKI GUNUNG DAN TRAVELLING



Bagi seorang muslim, shalat adalah hal yang wajib dilakukan, di manapun berada dan dalam kondisi apapun. Orang yang meninggalkan sholat karena dilalaikan oleh urusan dunia akan celaka nasibnya, berat siksanya, merugi perdagangannya, besar musibahnya, dan panjang penyesalannya.

Ketika melakukan perjalanan seperti mendaki gunung, merupakan salah satu kegiatan yang tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia, apa lagi pada jaman modern ini. Perjalanan selalu membutuhkan tenaga dan menyita waktu kita, entah itu banyak atau sedikit. Meski dengan berkembangnya teknologi transportasi, jarak tempuh perjalanan tidak selalu berbanding lurus dengan waktu yang dibutuhkan, karena ada faktor lain yang sangat menentukan, yaitu alat transportasi yang dipergunakan serta kondisi di perjalanan.

Untuk itu, Islam memberi solusi dengan memberikan aturan-aturan yang sangat mempermudah bagi para musafir atau traveller dalam hal ini pendaki gunung. Sholat yang dilaksanakan dalam perjalanan biasa disebut sholatus safar.

1. Shalat di Kendaraan

Ketika sedang berada di perjalanan, katakanlah menuju lokasi pendakian membutuhkan perjalanan sehari semalam. Otomatis selama perjalanan kita akan melewati beberapa kali waktu shalat. Nah, ada beberapa cara melakukan shalat dalam perjalanan ketika di dalam pesawat/kereta api/bus.

- Tayammum pengganti Wudhu

Media yang dapat digunakan untuk bertayammum adalah seluruh permukaan bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang berair, lembab ataupun kering.

Tata cara tayammum :

– Membaca basmalah (Bismillahirrahmannirrahim)
– Meletakkan kedua telapak tangan kepada benda atau tempat yang berdebu bersih
– Kedua telapak tangan tersebut ditapukkan kemudian diusapkan merata ke muka
– Kedua telapak tangan, tangan kiri mengusap punggung telapak tangan kanan, dan sebaliknya tangan mengusap punggung telapak tangan kiri (ada pendapat sampai kedua sikut)
– Urutan dilakukan dengan tertib

- Shalat menghadap arah duduk
Jika di atas kendaraan mampu shalat sambil menghadap kiblat maka wajib shalat dengan menghadap kiblat, meskipun sambil duduk. Namun jika tidak memungkinkan menghadap kiblat, bisa shalat dengan menghadap sesuai arah kendaraan.

Sebagian pendapat mengatakan, selain melaksanakan shalat ketika di kendaraan/pesawat untuk menghormati waktu shalat, setiba di tujuan wajib mengulangi (mengqadha) shalatnya.

2. Shalat di Gunung
Ketika dalam pendakian, beberapa kondisi akan terjadi pada diri kita. Misalnya udara dingin, mengejar waktu agar tidak kemalaman tiba di camp, dis-orientasi arah dan persediaan air yang terbatas. Untuk menghadapi hal-hal seperti ini, Islam pun memberikan solusi agar tetap bisa menjalankan shalat.

- Dalam berwudhu, anggota badan yang wajib untuk dibasuh adalah wajah, kedua tangan hingga batas siku, mengusap sebagian kepala dan mencuci kaki hingga batas mata kaki. Masing-masing wajib dibasuh/diusap sekali saja. Kalau dua atau tiga kali sifat hanya sunnah. Namun bila kondisinya sangat dingin dan khawatir menyebabkan penyakit, maka boleh melakukan tayammum. Yaitu dengan menyapu wajah dan tangan dengan tanah/debu sebagai ganti dari wudhu.

Berwudhu juga bisa dilakukan ketika masih menggunakan sepatu. Praktek seperti ini memang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dahulu. Dan menjadi bagian dalam tata aturan berwudhu` terutama bila dalam keadaan udara yang sangat dingin.

Caranya sama dengan wudhu` biasa kecuali hanya pada ketika hendak mencuci kaki, maka tidak perlu mencopot sepatu, tapi cukup membasuh bagian atas sepatu dari bagian depat terus ke belakang sebagai ganti dari cuci kaki. Sepatu tetap dalam keadaan dipakai dan tidak dilepas.

Namun perlu diingat, sepatu yang digunakan haruslah yang menutupi hingga mata kaki dan bukan terbuat dari bahan yang tipis tembus air. Juga tidak boleh ada bagian yang bolong/robek.

3. Shalat menghadap kiblat
Ketika hari masih terang, kita mudah menentukan arah kiblat. Namun akan menjadi kendala ketika malam hari atau ketika kondisi tertutup kabut tebal yang menutup cahaya matahari.

Ada beberapa cara menentukan arah kiblat :

– Cara termudah gunakan kompas/GPS
– Lihat kalau ada kuburan, biasanya kalau Islam kuburannya menghadap barat. Di beberapa gunung di Jawa, di puncak gunung terdapat kuburan. Namun terkadang di kawasan tertentu di Jawa, kuburan ada yang menghadap utara-selatan.

– Perhatikan tumbuhan lumut yang banyak terdapat di gunung. Lumut biasa hidup di daerah yang minim mendapatkan cahaya matahari, oleh karena itu kebanyakan lumut akan hidup di daerah yang menghadap ke arah barat.

– Rasi Bintang Orion (Bintang Waluku/Bajak/Belantik) untuk arah Barat.

Ini adalah rasi paling mudah dikenali. Ciri khasnya adalah tiga buah bintang yang terang, saling berdekatan dan dalam satu garis lurus. Tiga bintang itu disebut sabuk orion. Satu garis yang menghubungkan tiga bintang itu bisa dijadikan petunjuk arah kiblat.

4. Shalat pakai sepatu trekking boleh?
Seorang yang shalat boleh dalam kondisi sedang mengenakan sepatu, maksudnya pakai sepatunya sebelum shalat, bukan saat sedang shalat. Jadi waktu sedang shalat, sepatunya dalam keadaan terpakai.

5. Shalat Jamak dan Qasar

Shalat fardhu boleh dijamak bila anda dalam keadaan safar/melakukan perjalanan. Mendaki gunung termasuk salah satu bentuk perjalanan yang bisa dijadikan dasar dari menjamak shalat. Shalat yang boleh dijama’ adalah shalat zhuhur dengan shalat ashar, dan shalat maghrib dengan shalat isya.

Ada pula yang namanya mengqasar shalat. Cara melaksanakan shalat qasar dengan meringkas jumlah rakaat, misalnya shalat zhuhur, asar dan isya yang tadinya 4 rakaat di qasar/ diringkas menjadi 2 rakaat.

6. Buang Air Besar

Bagi sebagian pendaki, “setor” buang hajat terkadang menjadi kendala ketika naik gunung. Mungkin karena tidak terbiasa, jadi terpaksa mencari lokasi yang sekiranya nyaman untuk buang hajat. Yang menjadi masalah adalah, bagaimana ceboknya dengan kondisi air yang terbatas.

Islam memberikan solusi membersihkan bukan dengan air tapi dengan benda-benda padat lainnya seperti batu, kayu dan lain-lainnya seperti yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang lebih banyak menggunakan batu. Yaitu tiga buah batu yang berbeda yang digunakan untuk membersihkan bekas-bekas yang menempel saat buang air.

Pakai tissue basah boleh? Boleh saja, karena itu akan memudahkan dan bisa membersihkan juga.

7. Mimpi Basah
Jangan senyum-senyum dulu yah smile emotikon Namanya mimpi basah tidak kenal waktu dan tempat serta tidak bisa dicegah. Bisa saja ketika di gunung, rejeki itu datang tiba-tiba. Bagaimana mandi wajibnya?

Dalam kondisi di gunung dengan udara yang sangat dingin sehingga untuk menyentuh air pun akan ‘mati beku’, maka tayammum bisa menjadi solusi. Karena tayammum itu bukan hanya mengangkat hadats kecil saja tetapi juga sekaligus hadats besar. Jadi tidak perlu mandi basah digunung yang nantinya hanya akan membuat sakit.

Prinsipnya selagi manusia mempunyai kesempatan untuk melakukan shalat dan tidak menjadi darurat, selayaknya manusia tidak malu untuk segera melaksanakan shalat baik laki-laki maupun wanita. Karena malu di sini tidak boleh karena demikian itu berkaitan dengan shalat dan dapat dilaksanakan di mana saja, termasuk di gunung.

Sekali lagi, hal tersebut di atas tidak bermaksud selain untuk memudahkan dan tidak menyulitkan manusia untuk tetap shalat. Demikian pula, meski sering jalan-jalan dan naik gunung jangan lupa melaksakan sholat 5 waktu.

“Barangsiapa meninggalkan shalat yang wajib dengan sengaja, maka janji Allah terlepas darinya. ”
-HR. Ahmad.

source; indonesia360derajat.wordpress.com/2014/06/06/panduan-shalat-ketika-naik-gunung-dan-travelling/

foto atas kebaikan Dheayu Jihan Bias Khansa di jejebekha.blogspot.com/

TIPS MENDAKI GUNUNG DI MUSIM HUJAN

Mendaki gunung merupakan aktivitas yang menarik, sehingga tak jarang banyak orang yang melakukan pendakian untuk menyalurkan hobinya. Namun aktivitas di ruang terbuka ini juga memiliki resiko, apalagi jika dilakukan saat musim hujan yang mana badai dan angin kencang lebih berpotensi sering terjadi saat turun hujan.

Persiapan serta manajemen perjalanan yang lebih matang sangat diperlukan untuk menjaga keselamatan dan kesuksesan pendakian. Berikut beberapa tips yang bisa dilakukan dalam pendakian saat musim hujan :

>> Persiapan fisik dan mental.

Pada umumnya setiap pendakian memang membutuhkan persiapan fisik dan mental. Namun dalam kondisi musim hujan, persiapan harus lebih matang dan harus siap dengan keadaan cuaca yang bisa lebih ekstrim. Hawa yang dingin, angin kencang serta beberapa hal lainnya dalam pendakian harus dipersiapkan sebaik mungkin.

>> Mengetahui kondisi jalur pendakian.

Hal ini sangat penting untuk diketahui, sehingga ada baiknya anda ataupun teman seperjalanan sudah pernah mendaki gunung yang akan anda pilih. Dengan adanya pengetahuan tentang kondisi jalur pendakian, anda sudah mengetahui dimana lokasi yang tepat untuk beristirahat, mendirikan tenda, ataupun lokasi terdekat untuk berlindung apabila terjadi cuaca buruk.

>> Manajemen perlengkapan.

Kondisi cuaca yang buruk seringkali membuat stamina pendaki menurun. Membawa perlengkapan yang terlalu berat tentu akan memberatkan pendakian anda. Sebaiknya bawalah perlengkapan yang dirasa penting saja seperti jas hujan atau ponco, pakaian ganti kering, senter serta beberapa perlengkapan lainnya yang harus dibawa saat musim penghujan. Tentunya perlengkapan seperti ponco diletakkan pada tempat yang bisa digunakan segera jika hujan turun dengan tiba-tiba.

>> Tidak berkemah.

Berkemah di gunung saat musim hujan akan terasa sangat tidak nyaman. Apalagi jika ada banyak perlengkapan yang basah seperti pakaian, tas, sepatu dan sebagainya. Rembesan air juga menjadi salah satu gangguan ketika barang bersentuhan dengan tenda. Untuk itu, perlu menentukan gunung yang tepat dengan rute yang tidak terlalu panjang. Akumulasi naik-turun gunung antara 6-15 kilometer bisa dijadikan pilihan yang tepat.

>> Bungkus perlengkapan dengan kantong plastik.

Hal ini sangat membantu menjaga perlengkapan anda tetap kering, khususnya sleeping bag dan pakaian ganti dari resiko terkena air hujan apabila tas anda basah. Pakaian yang basah sangat beresiko menurunkan suhu tubuh yang bisa menyebabkan berbagai kemungkinan buruk seperti hypotermia.

>> Gunakan sepatu.

Ketika musim hujan, jalur berlumpur atau tanah yang lembek tentu bukan hal yang asing. Jika menggunakan sandal, resiko terputus cukup besar. Untuk itu menggunakan sepatu bisa lebih aman dalam kondisi alam yang seperti ini.

>> Bawa flysheet dan ponco berukuran besar.

Ketika hujan atau cuaca buruk tiba-tiba datang, belum tentu lokasi berlindung sudah dekat. Dengan membawa flysheet ataupun ponco yang besar, bisa dijadikan alternatif untuk membuat bivak dengan cepat.

>> Bawa tenda bervestibule (teras).

Jika anda berencana untuk tetap camping di gunung saat musim hujan, sebaiknya bawalah tenda yang memiliki teras sehingga memudahkan anda untuk memasak walaupun sedang turun hujan.

>> Bawa bahan penyerap air.

Ketika sepatu atau tenda anda basah maka sangat diperlukan perlengkapan seperti bahan yang dapat menyerap air, contohnya : kertas koran, kanebo ataupun spons.

>> Gunakan tongkat pendakian.

Ketika hujan, tanah tentu menjadi lebih licin dan sangat beresiko terpeleset atau tergelincir. Penggunaan tongkat pendakian bisa sangat membantu atau jika tidak ada anda juga bisa menggunakan ranting pepohonan yang telah patah.

>> Gunakan pelindung kaki/gaiters.

Saat musim penghujan biasanya binatang pacet akan mulai bermunculan. Tentunya ini akan menjadi rintangan sendiri yang harus dihadapi pendaki. Dengan memakai geither, setidaknya dapat mengurangi serangan binatang pacet yang sering menempel di kaki.

>> Hentikan pendakian jika cuaca memburuk.

Jangan memaksakan keadaan, jika cuaca memburuk sebaiknya segeralah berhenti dan berteduh. Perlu diingat pula bahwa dalam mencari tempat berteduh selalu perhatikan hal-hal yang dapat membahayakan anda dari sambaran petir. Seperti misalnya tidak berteduh di bawah pohon yang berdiri sendiri, tidak berada pada aliran air dan tidak pada tempat yang terbuka karena hal-hal tersebut merupakan lokasi yang rawan terhadap sambaran petir.


Setiap resiko dalam beraktivitas di alam bebas bisa dihindari apabila sudah dipersiapkan sebaik-baiknya, termasuk mendaki gunung ketika musim hujan. Hal terpenting yang harus diingat adalah keselamatan dalam pendakian merupakan tujuan yang paling utama, sehingga bila kondisi sudah tidak memungkinkan sebaiknya hindari memaksakan diri. Selalu pentingkan keselamatan dan selamat mendaki..

7 PERALATAN YANG WAJIB DIBAWA SAAT MENDAKI DI MUSIM HUJAN


Dingin!
Satu kata ini cukup jelas menggambarkan kondisi pendakian di musim penghujan. Menghadapi beragam risiko pendakian di musim hujan bukanlah perkara mudah. Serangan hipotermia mungkin saja terjadi dalam kondisi hujan. Nah, untuk mengatasi masalah itu ada banyak perlengkapan yang perlu disiapkan. Berikut ketujuh peralatan yang wajib dibawa saat mendaki di musim penghujan.

>> Jas Hujan.

Jas hujan atau rain coat merupakan alat wajib yang harus dibawa. Gunakan rain coat yang fleksibel, ringan, dan tidak makan tempat. Pilih bentuk rain coat yang tidak menyulitkan gerak langkahmu.

>> Cover Bag.

Pakailah cover bag untuk menutupi ranselmu. Cover bag berfungsi mengurangi resiko basahnya bagian dalam ransel. Cover bag, tidak menjamin bagian dalam ranselmu tetap kering. Benda berbahan parasut ini hanya sebatas mengurangi resiko saja loh.

>> Trash Bag.

Trash bag alias kantong sampah juga sangat berguna ketika mendaki di musim hujan. Sebelum melakukan packing, masukan terlebih dahulu trash bag untuk melapisi isi trash bag berfungsi sebagai lapisan pelindung berikutnya selain cover bag. Siapkan pula trash bag cadangan jika trash bag utama mulai rusak dan bocor.

>> Kantong Plastik.

Setiap set pakaian masukan ke dalam bungkusan plastik masing-masing agar tidak basah. Sekalipun sudah dilapisi cover bag dan trash bag, tetap saja ada kemungkinan masuknya air ke dalam ransel. Jadi ini pertahanan terakhirmu. Ikat rapat-rapat setiap set pakaian. Ingat, jangan sampai ikatan itu justru malah menyulitkanmu saat membukanya. Plastik bening kiloan juga berguna untuk membungkus perangkat elektronik maupun dompet yang tidak boleh basah sama sekali. Siapkan pula plastik cadangannya yaa.

>> Korek Anti Air.

Gunakan korek anti air agar bisa tetap nyala ketika hendak digunakan dalam keadan basah. Jika tidak ada, siapkan korek gas. Jika saat digunakan tidak bisa menyela, teruslah gesek-gesek putaran korek hingga mengering. Dengan begitu, kamu bisa segera menyalahkan peralatan memasak.

>> Lap Kanebo.

Lap kanebo dibutuhkan untuk mengeringkan tenda. Kok mengeringkan tenda? Ya, pada saat membuka tenda di tengah hujan, kemungkinan besar air akan masuk ke dalam tenda. Jika sudah demikian, saatnya lap kanebo bekerja. Keringkan air yang menggenang di dalam tenda dengan lap kanebo ini.

>> Termos.

Pada saat diterjang hujan dan angin dingin, tubuh membutuhkan kehangatan yang cepat. Oleh karena itu bawalah termos yang berisi minuman panas. Isilah selalu termos di saat yang memungkinkan. Air panas dapat menghindari tubuh dari serangan hipotermia.

Nah, itulah tujuh peralatan yang patut disiapkan saat mendaki gunung di musim penghujan. Bagaimana pun juga, mencegah lebih baik dari pada mengobati. Membawa peralatan secara lengkap dapat mengurangi resiko fatal dalam mendaki gunung di musim hujan. Selamat mendaki di musim hujan.

Note; Jika dirasa ada yang kurang, silakan ditambahin sesuai dengan pengalaman dan pengengetahuan masing-masing.

7 HAL BAIK YANG BISA DILAKUKAN DI GUNUNG


Ada banyak hal baik yang bisa dilakukan di gunung selain punya otak mesum buat ngembatin bunga edelweiss, jadi alay yang nulis “was here, was here” atau nama geng pecinta alamnya di bebatuan maupun pepohonan. Ndak baik nak. Ndak bagus. Ntar dimarahi Tuhan. Halah..

1. Hunting Foto.
Ini adalah salah satu hal baik dan boleh dibilang wajib dilakukan ketika mendaki gunung. Selain pemandangan gunung yang memang spektakuler, kamu jadi punya oleh-oleh buat dibawa pulang tanpa perlu metik-metik bunga edelweiss, coret-coret batu, ukir-ukir pohon, yang jelas-jelas dilarang. Juga, pasti bisa jadi bahan pamer buat temen-temen kan? Eh itu gak baik ding..

2. Kayang di Surya Kencana (atau Alun-Alun gunung lainnya)
Hal baik yang kedua ini lumayan ekstrim dan memerlukan keahlian khusus. Tapi disebut hal baik karena dengan kegiatan ini, artinya kamu masih punya waktu buat berolahraga dan juga melenturkan lagi tubuh yang pegel-pegel.
Kalau gak bisa kayang, hal baik ini boleh diganti sama salto, tigersprong, loncat katak, cobra-yoga-position, maupun gelindingan.
Selamat mencoba!

3. Menyapa (tenda) Tetangga.
Yang ketiga adalah hal paling baik, menyenangkan, dan menguntungkan loh. Baik karena kita kan sesama manusia harus saling silaturahmi. Menguntungkan karena, sambil nyapa, sekalian aja tebar pesona, buat yang jomblo, kali aja dapet jodoh. Buat yang udah berpasangan, kali aja jadi bisa mikir dua kali. Anu, maksudnya, bisa jadi saudara. Kita semua bersaudara kaaan..

Oiya, menguntungkan, karena, kali aja bisa dapet limpahan makanan. Biasanya sih gitu. Ngahahaha.

4. Mengumpulkan Sampah.
Perbuatan baik ini sungguh sangat terpuji. Gak usah muluk-muluk ngambilin sampah orang, cukup mungutin sampah sendiri yang sekiranya terselip (atau sengaja diselipin) sendiri di celana, jaket, maupun tas. Kumpulin jadi satu di plastik sampah. Minta juga temen-temennya melakukan hal yang sama, kumpulin di plastik khusus sampah tadi. Jadi pas pulang nanti, bisa dibawa-bawa balik lebih gampang dan terkontrol.

5. Bikin Selokan.
Duh, kira-kira ‘selokan’ itu bahasa baku gak yah? Tau selokan kan? Itu loh, got, atau aliran air. Buat kamu yang gak bisa diem, kamu bisa bikin selokan di sekitar tenda. Jadi ketika turun hujan, tenda gak akan ngambang karena banjir.

Tapi, jangan bikin selokan yang segede di Komplekmu keleus.

6. Bikin jemuran.
Satu dari sekian hal baik dan terpuji yang bisa kamu lakukan kala mendaki gunung adalah bikin jemuran.
Jemuran yang simple aja keleus. Bisa pake tali rafia yang diiket-iket di pohon, bisa pake tali-talian yang ada sepaket sama tenda, bisa juga pake tali temali anak pramuka (kalo bawa).
Tapi ingat! JANGAN COBA-COBA bikin jemuran pake tali beha temen, apalagi pake tali pocong perawan. JANGAN, plis.

7. Memberi Tangan.
Maksudnya bukan tangan kamu dipotong-potong terus dikasih ke orang. Tapi, sejatinya adalah memberikan bantuan sama pendaki lain. Apapun yang bisa dibantu. Bisa jadi motovasi, dorongan moral, dorongan spiritual, maupun bener-bener didorong. Gue kasih sedikit story ya:

Ada seorang pendaki cewe yang mendaki bersama-sama grup pendaki pria. Si pendaki cewe ini resah gelisah basah karena para pendaki cowonya kece-kece. Harapannya sih, bisa lah dibawa pulang satu biji buat tentengan kondangan.

Alkisah, ntah si pendaki cewe ini beneran ngedrop atau emang cuma kecentilan dan pura-pura gak berdaya, akhirnya, doi bisa murung dan berjalan di belakang terus dan bermalas-malasan.

Sampai suatu waktu, satu dari pendaki pria yang kece itu tersadar dan perlahan memberikan tangannya untuk jadi sandaran si cewe. Dibantunya lah si pendaki cewe itu secara moril maupun spirituil. Ditarik pas gak sanggup manjat, dibikin ketawa pas mulai lelah, dibagi cokelat pas mulai lapar.

Sampai pada akhirnya si pendaki cewe ini berhasil sampai puncak dan ujung-ujungnya mereka berdua….. JADIAN!

So sweet sekaligus ngeselin banget ya cerita ini?! *jomblo sirik*
See, hal baik yang berujung pada kebaikan lainnya kan?

Moral of the story: Lumayan lah, si pendaki cewe gak kecentilan lagi karena dapetin si pendaki cowo kece. Sementara si pendaki cowo juga boleh dapet tentengan kondangan baru!

Nah, itu dia tadi 7 Hal Baik Yang Bisa Dilakukan di Gunung ala Jalan Pendaki!

Ngeselin? Gapapa, namanya juga usaha. Sekian dan terima tentengan kondangan. Selamat mencoba!
Happy mountaineering! Stay safe and happy!

source; acentrisjourney.wordpress.com/