Mendaki gunung adalah suatu olah raga keras, penuh petualangan dan
membutuhkan keterampilan, kecerdasan, kekuatan serta daya juang yang
tinggi. Bahaya dan tantangan merupakan daya tarik dari kegiatan ini.
Pada hakekatnya bahaya dan tantangan tersebut adalah untuk menguji
kemampuan diri dan untuk bisa menyatu dengan alam. Keberhasilan suatu
pendakian yang sukar, berarti keunggulan terhadap rasa takut dan kemenangan terhadap perjuangan melawan diri sendiri.
Di Indonesia, kegiatan mendaki gunung mulai dikenal sejak tahun 1964
ketika pendaki Indonesia dan Jepang melakukan suatu ekspedisi gabungan
dan berhasil mencapai puncak Soekarno di pegunungan Jayawijaya, Irian
Jaya (sekarang Papua). Mereka adalah Soedarto dan Soegirin dari
Indonesia, serta Fred Atabe dari Jepang. Pada tahun yang sama,
perkumpulan-perkumpulan pendaki gunung mulai lahir, dimulai dengan
berdirinya perhimpunan penempuh rimba dan pendaki gunung WANADRI di
Bandung dan Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (Mapala UI) di
Jakarta, diikuti kemudian oleh perkumpulan-perkumpulan lainnya di
berbagai kota di Indonesia.
JENIS PERJALANAN / PENDAKIAN
Mountaineering dalam arti luas adalah suatu perjalanan, mulai dari hill
walking sampai dengan ekspedisi pendakian ke puncak-puncak yang tinggi
dan sulit dengan memakan waktu yang lama, bahkan sampai berbulan-bulan.
Menurut kegiatan dan jenis medan yang dihadapi, mountaineering terbagi menjadi tiga bagian :
1. Hill Walking / Fell Walking
Perjalanan mendaki bukit-bukit yang relatif landai dan yang tidak atau
belum membutuhkan peralatan-peralatan khusus yang bersifat teknis.
2. Scrambling
Pendakian pada tebing-tebing batu yang tidak begitu terjal atau relatif
landai, kadang-kadang menggunakan tangan untuk keseimbangan. Bagi
pemula biasanya dipasang tali untuk pengaman jalur di lintasan.
3. Climbing
Kegiatan pendakian yang membutuhkan penguasaan teknik khusus. Peralatan
teknis diperlukan sebagai pengaman. Climbing umumnya tidak memakan
waktu lebih dari satu hari.
Bentuk kegiatan climbing ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Rock Climbing
Pendakian pada tebing-tebing batu yang membutuhkan teknik pemanjatan dengan menggunakan peralatan khusus.
b. Snow & Ice climbing
Pendakian pada es dan salju.
4. Mountaineering
Merupakan gabungan dari semua bentuk pendakian di atas. Waktunya bisa
berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Disamping harus
menguasai teknik pendakian dan pengetahuan tentang peralatan pendakian,
juga harus menguasai manajemen perjalanan, pengaturan makanan,
komunikasi, strategi pendakian, dll.
KLASIFIKASI PENDAKIAN
Tingkat kesulitan yang dimiliki setiap orang berbeda-beda, tergantung
dari pengembangan teknik-teknik terbaru. Mereka yang sering berlatih
akan memiliki tingkat kesulitan / grade yang lebih baik dibandingkan
dengan mereka yang baru berlatih.
Klasifikasi pendakian berdasarkan tingkat kesulitan medan yang dihadapi (berdasarkan Sierra Club) :
Kelas 1 : berjalan tegak, tidak diperlukan perlengkapan kaki khusus (walking).
Kelas 2 : medan agak sulit, sehingga perlengkapan kaki yang memadai dan
penggunaan tangan sebagai pembantu keseimbangan sangat dibutuhkan
(scrambling).
Kelas 3 : medan semakin sulit, sehingga dibutuhkan teknik pendakian tertentu, tetapi tali pengaman belum diperlukan (climbing).
Kelas 4 : kesulitan bertambah, dibutuhkan tali pengaman dan piton untuk anchor/penambat (exposed climbing).
Kelas 5 : rute yang dilalui sulit, namun peralatan (tali, sling, piton
dll), masih berfungsi sebagai alat pengaman (difficult free climbing).
Kelas 6 : tebing tidak lagi memberikan pegangan, celah rongga atau gaya
geser yang diperlukan untuk memanjat. Pendakian sepenuhnya bergantung
pada peralatan (aid climbing).
SISTEM PENDAKIAN
1.
Himalayan System, adalah sistem pendakian yang digunakan untuk
perjalanan pendakian panjang, memakan waktu berminggu-minggu. Sistem ini
berkembang pada pendakian ke puncak-puncak di pegunungan Himalaya.
Kerjasama kelompok dalam sistem ini terbagi dalam beberapa tempat
peristirahatan (misalnya : base camp, flying camp, dll). Walaupun hanya
satu anggota tim yang berhasil mencapai puncak, sedangkan anggota tim
lainnya hanya sampai di tengah perjalanan, pendakian ini bisa dikatakan
berhasil.
2. Alpine System, adalah sistem pendakian yang
berkembang di pegunungan Alpen. Tujuannya agar semua pendaki mencapai
puncak bersama-sama. Sistem ini lebih cepat, karena pendaki tidak perlu
kembali ke base camp, perjalanan dilakukan secara bersama-sama dengan
cara terus naik dan membuka flying camp sampai ke puncak.
PERSIAPAN BAGI SEORANG PENDAKI GUNUNG
Untuk menjadi seorang pendaki gunung yang baik diperlukan beberapa persyaratan antara lain :
1. Sifat mental.
Seorang pendaki gunung harus tabah dalam menghadapi berbagai kesulitan
dan tantangan di alam terbuka. Tidak mudah putus asa dan berani, dalam
arti kata sanggup menghadapi tantangan dan mengatasinya secara bijaksana
dan juga berani mengakui keterbatasan kemampuan yang dimiliki.
2. Pengetahuan dan keterampilan
Meliputi pengetahuan tentang medan, cuaca, teknik-teknik pendakian pengetahuan tentang alat pendakian dan sebagainya.
3. Kondisi fisik yang memadai
Mendaki gunung termasuk olah raga yang berat, sehingga memerlukan
kondisi fisik yang baik. Berhasil tidaknya suatu pendakian tergantung
pada kekuatan fisik. Untuk itu agar kondisi fisik tetap baik dan siap,
kita harus selalu berlatih.
4. Etika
Harus kita sadari
sepenuhnya bahwa seorang pendaki gunung adalah bagian dari masyarakat
yang memiliki kaidah-kaidah dan hukum-hukum yang berlaku yang harus kita
pegang dengan teguh. Mendaki gunung tanpa memikirkan keselamatan diri
bukanlah sikap yang terpuji, selain itu kita juga harus menghargai sikap
dan pendapat masyarakat tentang kegiatan mendaki gunung yang selama ini
kita lakukan.
(Sumber : Buku Panduan Pedoman Mendaki Gunung & Penjelajahan Rimba/EAT&E EAST 2003)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar