Bekerja itu harus, tapi apa yang dikerjakan itu adalah pilihan.
Seketika teringat dengan ucapan seorang tokoh, “Pekerjaan yang asik itu adalah hobi yang dibayar”. Entahlah, satu kalimat itu berhasil membangkitkan idealisme saya.
“Ah itu sih cuma teori, realitasnya gak semua orang bisa kerja berdasarkan hobi, tuntutan kebutuhan mendesak supaya kita bekerja di tempat yang pasti-pasti saja, PNS misalnya, atau tergantung perusahaan mana yang menerima kita terlebih dahulu”. Selalu ada pendapat yang terbantahkan. Bekerja, bekerja, dan bekerja itulah yang sekarang ada dipikiran beberapa teman yang dulu adalah partner traveling saya.
Bekerja di kota metropolitan sepertinya telah berhasil mengubah karakter sebagian orang. Tekanan, deadline, dan target menjadi teman akrab sehari-hari. Traveling pun seakan-akan menjadi barang mewah bagi si pekerja keras. Keinginan untuk terus bekerja belum tentu sejalan dengan tubuh yang membutuhkan refreshing.
Berikut gejala-gelaja bahwa kamu membutuhkan waktu untuk traveling dan lepas dari pekerjaan;
1. Intensitas Tertawa dalam Sehari dapat Dihitung dengan Jari.
Pikiran dan konsentrasi lebih memforsir tenaga dibandingkan dengan bekerja dengan otot, itulah sebabnya bekerja di depan laptop membuat saya lebih cepat lelah ketimbang jogging 5 putaran. Tekanan seseorang berbanding lurus dengan ekspresi yang ditunjukan, paling tidak begitulah yang saya alami sehari-hari.
Melihat beberapa foto lama bersama teman-teman sewaktu masa kuliah, senyum lebar dan ekspresif, rasanya akan jelas berbeda jika dibandingkan dengan masa kini, senyum hampir dilakukan hanya jika dibutuhkan.
2. Mulai Lupa Kapan Terakhir Kali Mengunjungi Suatu Tempat
Pekerjaan membuat pikiran dan tenaga terfokuskan pada satu titik, yaitu target. Duduk di meja kerja, melihat-lihat buku catatn di dalam laci. Hanya tabel dan bagan yang terlihat. Tak ada lagi coretan-coretan berantakan tentang petualangan di suatu destinasi.
Hanya angka dan analisisnya yang diingat minggu ini, bahkan bulan lalu, namun belum tentu kamu mengingat destinasi mana atau terakhir kali yang kamu kunjungi bersama travelmatemu.
3. Kamu Tak Dapat Menikmati Pemandangan Sepele di Sekitarmu.
Terbangun di tengah malam dan terjaga hingga pagi hari bukan untuk menikmati angin malam atau mengejar surrise, tapi hanya untuk memandang tumpukan kertas dan buku agenda yang diterangi oleh lampu di meja kerja.
Jangankan memikirkan untuk menjamah destinasi dengan spot sunrise terindah, memandang 5 menit ke jendela pun tak terpikirkan.
4. Temperamen Adalah Karakter Baru.
Macet selama dua jam, suara klakson di mana-mana, tak jarang beberapa pengendara membuka jendela kendaraan sembari berteriak dengan wajah tertekuk. Beban deadline dan target, serta ketidaknyamanan selama perjalanan pulang tak menutup kemungkinan mempengaruhi emosi.
Jangankan mengajak berbincang, sekedar menyapa bagi seorang yang sedang mengalami stres berat pun adalah hal yang tidak tepat untuk dilakukan.
5. Gadget Tak Berjarak Jauh dari Tubuhmu.
Duduk bersantai sambil membaca koran, menikmati kopi hitam dengan sedikit gula, dan berbincang-bincang, bisa menjadi kegiatan langka bagi si pekerja keras, namun sangat menyebalkan bila apa yang saya bicarakan tak ditanggapi secara serius oleh lawan bicara.
Kurang dari dua bulan tak bertemu dengan salah seorang kerabat rupanya sikap dan etika berbeda sudah terasa semenjak ia meniti karir sebagai sekretaris kontraktor. Berbincang dua arah, tetapi sibuk dengan gadget pribadi, setiap 5 menit menerima telvon, tentu tak ada lawan bicara yang nyaman dengan keadaan seperti itu.
6. Akhir Pekan Hanyalah Sebuah Status.
Kadang kala saya pun merengek meminta perhatian lebih kepada ayah saya. Berangkat pagi dan pulang larut malam membuat berkurangnya quality time bersama keluarga. Bahkan ketika akhir pekan tiba, pekerjaan masih menjadi sahabat yang tak bisa dilepaskan.
7. Satu-satunya Olah Raga yang Dilakukan Adalah Berjalan dari Meja ke Toilet.
Jangankan melakukan jogging di pagi hari, sekedar bersantai dan membaca buku favorit saja tidak sempat. Meja kerja menjadi tempat paling nyaman untuk disinggahi. Toilet yang jaraknya tak sampai 300 meter pun menjadi olah raga untuk merenggangkan otot saking sibuknya dengan apa yang dikerjakan.
Tak ada salahnya mengambil cuti dan melupakan pekerjaan dua hingga tiga hari untuk sekedar mengunjungi destinasi-destinasi terdekat. Abaikan semua dering telepon dan tinggalkan laptop di rumah karena tubuh dan pikiranmu juga membutuhkan celah untuk menghirup udara segar puncak Gunung Merbabu, menghangatkan tubuh dan bermain pasir di Pantai Indrayanti, atau berkunjung ke dunia bawah laut di Wakatobi.
Apalah arti sebuah kerja keras jika kamu sendiri tak dapat menikmati hidup. Percayalah kawan, alam pun akan merindukanmu untuk menjamahnya.
Source; phinemo.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar