Hal inilah yang terkadang lucu bagiku. Aku tertarik padamu bukan karena
kamu suka mendaki gunung sepertiku, tapi justru karena kamu yang tidak
pernah mendaki. Kamu anak rumahan, introvert garis keras, lebih senang
tenggelam di buku sastra lamamu atau menonton serial kriminal
kesukaanmu.
Entah mengapa kamu begitu sabar dengan kegemaranku.
Melarangku tak pernah, bahkan tidak pernah cemburu terhadap alam yang
selalu lebih menarik perhatianku dibandingkan (maaf ya) kamu. Tapi,
tahukah kamu sayang?
Maaf jika sering membuatmu khawatir saat
aku mendaki. Tapi kesabaranmu saat menungguku turun, membuatku ingin
mengajakmu mendaki gunung bersama-sama.
Kesabaranmu membuatku
semakin ingin memperkenalkanmu pada alam. Kamu begitu sabar mendengarkan
pengalamanku saat kamu menjemputku di stasiun kereta Senen, atau
terminal bus Kampung Rambutan yang sesak dan rawan pencopet itu.
Kekhawatiranmu padaku yang besar mampu kamu sembunyikan, karena kamu
tahu, aku akan kesal sekali jika kamu terlalu mengkhawatirkanku.
Tapi aku juga memperhatikanmu, begitu mulianya kamu memperlakukan aku,
kekasihmu yang pendaki dan kamu si anak rumahan. Menjemputku agar
berangkat bersama menuju stasiun atau terminal tempatku berangkat.
Kamu juga membantu
mengepak bawaanku ke dalam keril 60 L, kamu tahu kadang aku menahan diri
agar tidak terlalu keras menjaga gengsi, maka aku memperbolehkanmu
mengepak barang-barangku. Kadang aku menantangmu untuk membawa kerilku
lalu berjalan keliling komplek rumahku, agar kamu tahu rasanya berjalan
membawa barang bawaan seberat itu, tapi kamu tahu kan, Sayang? Medannya
tidak semudah komplek rumahku.
Sebagai pengalaman pertama, aku
akan mengajakmu ke gunung yang medannya tidak terlalu berat. Seperti
Gunung andong mungkin?
Sesekali Sayang,
ikutlah mendaki gunung bersamaku. Akan kuajak dirimu ke gunung yang
tidak terlalu berat medannya dan tidak membutuhkan waktu lama untuk
mendaki. Kita bisa ke gunung andong.
Atau ke Gunung Ungaran saja ? kita boncengan menuju pos pendaftarannya. Tenang saja, aku
akan membantumu mengepak barang-barangmu. Percayalah, kita tidak perlu
bawaan berat agar bisa ke sana.
Ikutlah sesekali mendaki ke
atas sana bersamaku, Sayang. Aku ingin merasakan lelah dan bersujud
syukur bersamamu melihat lukisan-Nya.
Kamu akan belajar banyak
saat mendaki nanti, Sayang. Kamu akan tahu caranya menahan egomu. Tidak
berjalan sendirian dan bersabar menunggu temanmu, dan tidak akan
meninggalkan temanmu yang kesakitan kakinya. Kamu akan tahu betapa
indahnya kesabaran, karena di balik lelahmu nanti akan ada lukisan Tuhan
yang membuatmu bersujud syukur atas ciptaan-Nya.
Kamu juga
akan menemui begitu banyaknya orang ramah di atas sana, yang
menyemangatimu saat berpapasan denganmu walau tidak kenal. Mereka akan
selalu melempar senyum dan menyapamu, bahkan beberapa kali kutemukan
mereka mengundangmu ke tendanya untuk sekadar minum wedang atau teh
bersama. Aku ingin kamu juga merasakan ini semua, tidak hanya aku.
Kamu jangan cemburu juga ya! Saat kamu melihat begitu banyak pendaki
yang ramah padaku, karena sejatinya saat di atas sana, kita semua bagai
saudara. Keramahan mereka adalah perihal bantu-membantu, dan bukan
masalah apakah kita kenal atau tidak.
Maka, ikutlah denganku
sesekali. Jangan hanya menunggu saja di rumahmu dan menunggu kabar
dariku kapan harus menjemput atau saat aku sudah sampai rumah. Kamu akan
tahu rasanya saat kehilangan sinyal di atas sana, karena itulah sabar
adalah cara orangtua di rumah menanti kabarku. Kamu akan merasakan
bagaimana mudahnya kita melepaskan gadget yang selalu ada di genggaman
tangan (selain tangan kamu tentunya) hanya sekadar membawa kayu untuk
berpijak atau menggandeng tanganmu saat mendaki.
Ayo, Ikutlah
denganku! Tak usah khawatir atas minimnya pengalamanmu. Kamu tak
sendiri, akan ada aku dan juga pendaki lain yang juga sama-sama sedang
berjuang menuju puncak.
Kamu tidak perlu khawatir, Sayang.
Banyak di atas sana yang juga baru pertama kali sepertimu, dan kami
tidak akan pernah membeda-bedakan siapapun yang baru pertama, malahan
kami akan memberikan semangat pada kalian yang baru pertama.
Kamu akan menemukan bermacam-macam orang di atas sana, dan lucunya yang
pengalamannya sudah ratusan kali mendaki malah yang paling terlihat
rendah hati. Kamu akan mudah mengenalinya nanti.
Kalau kamu mau
ikut mendaki bersamaku, minggu depan aku mungkin tidak akan sendiri
lagi. Tidak seperti minggu-minggu lalu, kamu bukan hanya mengantarkanku
ke terminal, pelabuhan atau stasiun terdekat, namun kamu akan turut
bersamaku ke pendakian pertamamu nanti.
Nggak perlu bawa uang
banyak-banyak ya — apalagi bawa kartu kredit atau debit. Di sana, kita
tidak akan keluar uang banyak kok, palingan kita akan belanja buat
masak-masak nanti di puncak sana. Apalagi kamu memang lebih jago masak
dari aku, jadi aku akan membiarkanmu yang masak nanti. Aku selalu
kepayahan membuat nasi di atas gunung, biasanya aku serahkan urusan
menanak nasi ke teman seperjalananku yang lain.
Gimana? Kamu nggak sabar untuk pendakian pertamamu minggu depan denganku ‘kan? Ayolah, kumohon ikutlah mendaki denganku ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar