Ini adalah kejadian nyata beberapa bulan sebelum Soe Hok Gie meninggal di Semeru. Jangan mengeluh karena tulisan ini agak panjang. Ada banyak pelajaran yang bisa kita petik dari kisah yang dialami oleh pendaki pendahulu kita ini.
__________________________
Kami hanya berangkat berdua, saya sendiri dan seorang teman di club pendaki kami MERMOUNC (Merbabu Mountainner Club). Tujuannya adalah untuk membuktikan pada teman-teman lain bahwa kita sebagai pemuda pendaki sudah selayaknya dapat menggunakan peralatan seperti kompas, peta, menentukan tindakan dan mengambil konsekwensi serta tanggung jawab dalam sebuah rencana pendakian. Bukan hanya menyerahkan perjalanan kepada seorang penunjuk jalan atau lain-lain dimana biasanya sebuah team kemudian tinggal mengikuti saja ‘jalan raya’ yang sudah ada.
Saya berangkat dari Jogya tanggal 25/7-1969 bersama seorang kawan: Pung. Sebagaimana dengan pendakian-pendakian yang lain, kami membawa perlengkapan perkemahan, alat memasak, alat dokumentasi seperlunya, peta, kompas, teropong, pisau, perlengkapan PPPK dan perlengkapan mountaineering seadanya. Saya katakan seadanya disini karena kami hanya dapat membawa apa yang kami punyai yang sesungguhnya jauh daripada lengkap. Sepatu yang saya pakai hanya sepatu dengan sol karet beralur yang seharusnya hanya merupakan sepatu kerja pada lantai kasar atau tanah biasa.
Perjalanan secara singkat adalah sebagai berikut:
Tanggal 25/7-1969. Rencana pokok pendakian, peralatan. Jam 23.00 sampai di Surabaya dengan kereta api dari Jogya. Dengan taksi kita tiba di Malang jam 01.00.
Tanggal 26/7-1969. Disini kami menanyakan kepada orang-orang yang kami anggap datang dari desa tentang jalan-jalan ke Semeru menurut pengetahuan mereka. Beberapa orang memberikan keterangan, menyarankan beberapa desa sebagai pangkalan pendakian. Tak ada yang sesuai dengan rencana kami. Kami tetapkan akan melalui daerah Selatan: Turen. Ternyata keadaan sangat merugikan perjalanan kami kalau melintas dari Turen ke Semeru. Kami menggeser ke-Timur, ke Dampit. Masih mengarah ke daerah lintasan lava dan kawah Semeru. Geser ke Timur lagi Kalibening. Kami melapor ke kecamatan dan Koramil. Mendapat penjelasan, lava mengarah ke Selatan ini juga, sedangkan kami tepat di Selatan dari puncak Semeru. Waktu ini hari Sabtu jam 07.30 pagi.
Malam ini menginap di desa Rawabawang yang terletak di Utara Kalibening untuk melihat situasi turunnya lava pada malam hari. Kesimpulan: lava turun mengarah Barat Daya sampai ke Selatan, menyebar dan melintas sampai ke batas hutan. Kecepatan lava turun sangat mengagumkan.
Tanggal 27/7-1969 Minggu.Saya Sempat ke gereja di Kalibening, sebagian penduduk beragama Kristen. Dari percakapan-percakapan dengan orang-orang kami mendapat keterangan yang cukup tentang route yang akan kami tempuh.
Keputusan: menggeser sampai ke Tenggara baru akan mendaki. Siang mulai berjalan menuju desa Kamar A di Tenggara Semeru. Beban pertama dengan bahan makanan untuk 10 hari, Seberat masing-masing 25 Kg (diluar berat air). Sering istirahat. Pukul 06.00 mencapai desa Kamar A – Kebon Tawang. Pukul sembilan malam mendirikan kemah istirahat.
Tanggal 28/7-1969, SeninMengisi air masing-masing 7 liter, mulai mendaki. Jam 11.00 sampai pada batas perkebunan-hutan, memasak nasi pada sebuah keluarga kecil, dengan hanya dua buah pondok kecil di tepi hutan itu. Sangat terpencil. Kepala keluarganya bernama pak Djaet. Bagaimana hubungan masyarakat kecil ini dengan dokter, pasar, dll. kami hanya menarik nafas panjang saja.
Pukul 14.00 siang kami mulai menembus hutan. Mulai menggunakan kompas dan memakai naluri penembusan hutan, daerah yang belum pernah dibuat jalan tembusan sebelumnya. Semak-semak cukup lebat. Pohon2 setinggi 10-12 meter. Pukul 16.30 berhenti berjalan – kami telah menempuh ± 800 M dengan sedikit-sedikit menggeser ke Timur, kami dirikan tenda, memasak dsb., istirahat.
Tanggal 29/7-1969, SelasaPukul 08.00 mulai berjalan. Semangat penuh, kondisi baik. Menembus hutan yang mulai makin melebat. Pohon-pohon lurus tinggi dan daun mengembang diatas. Cahaya matahari sangat sedikit, semak melebat. Berjalan sampai pukul 16.00 sore, mendirikan tenda. Udara sangat lembab.
Tanggal 30/7-1969, Rabu Pukul 08.00 mulai lagi. Keadaan yang sama, menemukan sungai batu dengan pasir-pasir berair. Mengisi kembali persediaan air minum. Berkemah di hutan lagi. Keadaan menyenangkan. Banyak kayu kering. Pohon-pohon kira-kira 20 meter tingginya.
Tanggal 31/7-1969, KamisBerangkat seperti biasa. Semak semakin lebat. Kami terus mengarah ke sisi lereng Timur untuk menemukan lintasan pasir dari puncak. Kali ini sangat payah. Satu jam hanya kira-kira 30/50 meter saja. Benar-benar merintis jalan dengan membelah semak-semak yang sangat rapat dan berjalin-jalin setinggi kira-kira dua meter.
Pohon-pohon mulai pendek, kira-kira tiga sampai lima meter, cahaya masuk seperti biasa. Tempat yang sudah kami buka (semak) untuk jalan, langsung menjadi terang. Kurang lebih pukul 16.00 menemukan celah sempit berbatu yang agak bebas dari semak. Kami mengikuti celah itu, keatas dengan cepat, lalu memotong ke kanan. Kira-kira pukul 16.30 mencapai batas hutan dan pasir. Istirahat sambil mempersiapkan makan dan pakaian dingin. Sekitar pukul 20.00 malam bulan muncul. Medan pasir jelas terlihat, kemiringan antara 30 s/d 40 derajat. Mencapai lereng dengan bongkah besar, bermalam tanpa tenda. (melihat ke Utara, menyeberang lereng kira-kira 200 meter) buka.
Tanggal 1/8-1969, Jum’atMenyeberang lintasan pasir dan hujan batu selama kira-kira lima jam dan berhasil mencapai lereng Timur (batu-batu lebih stabil) dengan selamat meskipun sangat payah. Istirahat satu jam lalu meneruskan perjalanan langsung mengarah puncak. Kami tepat dari arah 90 derajat Timur. Pukul 16.30 berhenti, udara sangat dingin, empat derajat C. Kami tidur dalam beberapa lapis pakaian di celah-celah batu besar yang kami temukan. Tidak bisa mendirikan tenda. Ketinggian sekitar 3000 meter.
Tanggal 2/8-1969. Sabtu: Mencapai puncak.Kita mencapai puncak (+ 3676 m) Pukul 12.00 siang. Pukul 14.00 siang mulai turun ke Utara. Tidur di hutan. Rumput2 tinggi, pohon-pohon pinus mercusy rendah dan jarang, air habis.
Tanggal 3/8-1969. Minggu.Meneruskan menembus hutan belukar kebawah (Utara) sampai di lembah yang sempit. Mulut dan kerongkongan kering sekali. Pukul 15.00 menyusur pangkal sungai Aran-aran, kami langsung membelok ke Barat (270 meter), menyusur lembah sungai Aran-aran yang masih berdasar pasir kering. Ketinggian sekitar +2350 M. Pukul 16.00 menemukan lapisan lumut di sebuah tebing batu yang poreus, kami dapat menapis air disini. Malam berjalan terus selama jalan dapat dilalui. Sungai mulai berair (kami temui pukul 21.00 malam). Pukul 22.00 malam menuruni air terjun pertama (kecil sekali) dinding batu tegak setinggi 6 meter. Bermalam di tepi sungai.
Tanggal 4/8-1969, SeninMelewati beberapa air terjun dengan ketinggian sekitar 5 s/d 15 m. Kami gunakan tali-tali dimana perlu. Tidur malam nyenyak sekali karena sudah sangat lelah.
Tanggal 5/8-1969, Selasa: Hari jatuh. Sampai pada sebuah air terjun dengan dinding yang miring tajam dan dibawah tegak lurus.Tali kami yang 26 meter panjangnya tidak dapat mencapai dasar air terjun. Kami putuskan untuk merangkak pada dinding curam tersebut, menuju tempat yang lebih baik untuk turun. Saya didepan. Pada saat merambat terpeleset ada longsoran kecil dan lepas kebawah, setelah melewati batas miring lalu jatuh bebas, kira-kira 15 meter, dan pingsan. Pung untunglah selamat, memberikan pertolongan seperlunya. Tulang paha kanan patah hancur, untung tidak ada luka luar. Tenda didirikan di tepi sungai.
Tanggal 6/8-1969, RabuPung berangkat untuk mencari pertolongan, saya ditinggalkan di tempat dalam keadaan pusing sekali, tidak bisa bergerak bebas karena tulang patah hancur pada paha kanan terkena batang cemara tumbang sewaktu jatuh. Bahan makanan tinggal untuk satu hari ditinggalkan seluruhnya dengan pesan supaya diulur (diperpanjang, dihemat) sampai paling tidak tiga hari. Pung sendiri tidak membawa makanan, hanya perlengkapan darurat, peta/kompas, tali-tali. Saya sendiri terus tidur nyenyak sampai pagi.
Tanggal 7/8-1969, KamisBangun, melihat serba dua, pusing, tidur lagi.
Tanggal 7/8-’69. Jum’atMakan pertama sesudah 2 hari tidak makan/minum. Sepertiga dari ransum ditambah air mentah sekenyangnya.
Tanggal 9/8-1969, SabtuMakan kedua, lagi minum air sungai sekenyangnya.
Tanggal l0/8-1969. MingguMakan sisa makanan, mata sudah normal, tapi masih pusing, banyak tidur.
Tanggal 11/8-1969, SeninMerebus daun2 yang bisa dimakan yang dapat dicapai dengan tangan dan tongkat.
Tanggal l2/8-1969, SelasaHanya minum air, dengan perhitungan penghematan daun-daunan yang bisa dimakan.
Tanggal 13/8-1969, RaboMasak daun-daunan tanpa garam atau bumbu-bumbu lain. Semua sudah normal. Mata melihat terang, tidak pening, berpikir normal.
Tanggal 14/8-1969, KamisSudah lewat waktu yang Pung tentukan sendiri. Menghemat daun-daunnan lagi. Mulai ragu-ragu apakah Pung berhasil atau dia sendiri mengalami kecelakaan.
Tanggal 15/8-1969, Jum’at : Diketemukan kembali,Merasa sangat gelisah, akhirnya memutuskan untuk mencoba bergerak sendiri. Ini hari ke 10 saya ditinggalkan di air terjun tsb. Tapi ternyata setelah semua siap, kaki sangat sakit untuk digerakkan. Hanya bisa menggeser beberapa meter dari tenda. Kembali lagi, menggagalkan rencana semula dan tetap menanti di tenda.
Sore pukul 17.30 ada tiga orang membuka tenda, lalu muncul lagi enam orang temasuk rekan saya sendiri: Pung. Tambah lagi satu orang anggota Kopasgat dan seorang anggota Polisi Kehutanan. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan saya sehabis sembilan hari kelaparan dan sendirian.
Tanggal 16/8-1969, Sabtu: Bergerak pulangKaki yang patah dijepit dengan papan kayu cemara yang dibuat secara darurat, dibalut dengan kain-kain, paling luar kain tenda, lalu dipikul dengan batang kayu cemara pula. Setiap air terjun diturunkan dengan tali-tali. Agak ngeri juga. terlebih saya kini dalam keadaan tak dapat bergerak sama sekali. Malam belum bisa mencapai desa. Masih sepertiga perjalanan karena beratnya medan. Besok direncanakan menyelesaikan seluruhnya. Saya dan Pung dan enam orang menginap di sebuah dataran air terjun yang indah, kiri kanan tebing ditumbuhi pohon-pohon dengan semak-semak semacam anggrek tanah. Kopasgat, Polisi Kehutanan dan yang lain mendahului untuk memberi berita yang tertinggal menunggu di desa Magersari.
Tanggal 17/8-1969, Minggu: Kembali keperadabanPagi-pagi sekitar pukul sepuluh datang dua orang dari kesehatan Kopasgat. Kemudian berangkat lagi. Kali ini banyak yang menolong. Beberapa orang lagi dan Pasgat yang dikirim kelihatan. Mencapai Magersari sore, diteruskan ke Pandansari. Ditempat yang mungkin untuk kendaraan, dijemput sebuah ambulans dan terus ke rumah sakit (masuk Malang jam 11.30 malam).
Ini adalah pendakian yang paling panjang yang pernah kami lakukan. Saya sendiri semula memperkirakan keseluruhan perjalanan hanya memakan tujuh hari, ternyata untuk mencapai puncak adalah hari kesembilan. Dan dari tanggal 25/7 sampai dengan tanggal 17/8-’69 adalah 24 hari.
source; Intisari no.83 Juni 1970
http://
foto ilustrasi; http://
Tidak ada komentar:
Posting Komentar