Perjalanan kerap dianggap sebagai proses untuk menemukan diri sendiri.
Lewat perjalanan, seseorang tidak hanya menambah pengetahuannya mengenai
tempat-tempat baru, melainkan juga membuka tabir diri yang belum
diketahui selama ini. Tapi tidak semua orang sepakat pada pendapat ini.
“Mengenal diri sendiri kan gak harus lewat traveling. Baca buku dan menulis juga bisa membuat kita mengenal diri sendiri, kok!”
Walau pendapat diatas tidak sepenuhnya salah, harus diakui bahwa memang
ada beberapa hal yang hanya bisa kamu pelajari lewat proses mengangkat
ransel dan melangkahkan kaki ke tempat-tempat asing. Duduk, membaca
bahkan menonton tayangan penambah wawasan sebanyak apapun tidak akan
membuat kamu bisa merasakan hal-hal ini. Apa aja sih hal-hal tersebut?
1. Kamu Akan Sadar Bahwa Zona Nyaman Selalu Bisa Diperluas.
Barangkali selama ini kamu tinggal di Jogja yang dikenal sebagai kota
dengan kultur selo dan makanan manisnya. Kamu merasa tidak akan mungkin
sanggup hidup di Jakarta yang ruwet dan semrawut. Tapi suatu hari kamu
memutuskan melakukan perjalanan keliling Jawa lewat jalur darat.
Melalui perjalanan tersebut kamu akan sadar bahwa, ternyata kamu tetap
bisa hidup di berbagai kota yang kultur dan situasinya berbeda. Ada
banyak daerah lain yang berbeda dari kota asalmu, akan ada orang-orang
dengan aksen dan gaya bicara berbeda yang kamu temui. Anehnya, kamu
tetap akan merasa nyaman.
Dari perjalanan kamu akan memahami
bahwa zona nyaman tidak akan datang sendiri. Kamu harus berusaha melatih
diri untuk menerima situasi yang kamu hadapi dan membuat dirimu bisa
bertahan di dalamnya. Zona nyaman tidak pernah berhenti di satu tempat
saja, ia selalu bisa diperluas.
2. Kebaikan Adalah Mata Uang Yang Selalu Bisa Digunakan Di Berbagai Belahan Dunia.
Melalui perjalanan kamu akan bertemu dengan beragam tipe orang dari
berbagai latar belakang. Pribadi-pribadi dengan kebiasaan dan gaya hidup
yang kadang berseberangan denganmu. Lewat interaksi dengan mereka,
matamu akan terbuka,
“Ternyata akan selalu ada orang baik dimanapun.”
Ketika kamu tersesat karena salah naik bus di Fukuoka, ada ahjusi
(nenek-nenek) yang menghampirimu dan menunjukkan jalur yang tepat meski
menggunakan bahasa Inggris yang patah-patah.
Waktu kamu yang
berjilbab kesulitan mendapat host-family di Amerika Serikat pasca
tragedi 9/11 ada pasangan sesama jenis yang rela membuka pintu rumahnya
dan menerimamu sebagai keluarga.
Perjalanan membuka matamu bahwa
kebaikan adalah mata uang universal yang selalu bisa digunakan
dimanapun. Meski menggunakan bahasa berbeda, tapi kebaikan dan perhatian
akan selalu punya bahasanya yang sendiri yang akan bisa dipahami oleh
siapapun.
3. Kamu Tidak Boleh Menilai Sesuatu Sampai Kamu Merasakannya Sendiri.
Selama ini pemberitaan di berbagai media menceritakan betapa indahnya
Jepang dan Korea. Ada sakura, ada pesta kembang api, kaya akan unsur
modern dan tradisional. Karena penasaran dengan hal-hal tersebut
akhirnya kamu memutuskan untuk melakukan perjalanan kesana.
Tapi
ternyata kehidupan lokal masyarakat Jepang dan Korea tidak sesempurna di
film drama serial yang sering kamu pelototi tiap malam itu. Mereka
tetap berjuang untuk bisa mendapatkan pekerjaan, wanita Asia Timur
bahkan harus berjuang untuk hidup dalam sistem masyarakat yang sangat
patriarkal.
Kekagetan yang sama juga kamu rasakan saat
menjejakkan kaki di tanah Papua. Daerah di ujung timur Indonesia yang
sering digambarkan sebagai pulau penuh konflik ini ternyata jauh dari
menyeramkan. Sentani dan Jayapura membuatmu tak bisa berhenti berdecak
kagum.
Hanya pejalanlah yang akan mampu mengambil keputusan bijak
untuk tidak gegabah dalam mengambil penilaian terhadap sesuatu, sebelum
mereka melihat dan mengalaminya secara langsung.
4. Hidup Tidak Akan Selamanya Ramah Padamu
Dalam perjalanan, seseorang akan dihadapkan pada berbagai ujian dan
tantangan. Mulai dari rasa makanan yang absurd, kesulitan berkomunikasi
karena perbedaan bahasa, kehujanan sampai kehilangan barang berharga.
Walau dihadang kesulitan dan jalan terjal tapi kamu akan teguh berpegang
pada keyakinan untuk terus melanjutkan perjalanan.
Dari
kegiatan mengangkat keril dan berjalan itulah kamu akan sadar bahwa
hidup tidak akan terus ramah padamu, dan kamu harus bisa menghadapinya.
Perjalanan akan membuat seseorang terbiasa untuk beradaptasi pada
berubahnya kurva hidup. Akan selalu ada masa hidup mengeluarkan
candaannya dan membuatmu jatuh untuk sementara waktu.
Ketika
dihadang oleh berbagai kesulitan, kamu hanya punya 2 pilihan: bangkit
dan melanjutkan perjalanan atau duduk diam menunggu redanya angin
cobaan. Kebanyakan pejalan akan dengan gagah memilih opsi pertama. Kasar
dan beringasnya hidup tidak akan mampu membuat mereka jadi pecundang
yang mudah menyerah.
5. Hanya Kamu yang Bisa Menyelamatkan Dirimu Sendiri
Teman, keluarga, dan orang-orang yang bisa diandalkan akan selalu
datang dan pergi. Tidak akan ada orang yang bisa menjamin 100% bahwa dia
akan terus ada dalam hidupmu. Perjalanan akan mengajarkanmu satu hal
penting: di akhir hari, hanya dirimulah yang bisa kamu andalkan.
Pemahaman macam ini kamu dapatkan dari pendakian Gunung Slamet yang
pernah membuatmu hampir mati karena hipotermia. Otakmu dengan galak
terus berteriak untuk memaksa kaki yang makin kaku agar terus melangkah.
Pikirmu saat itu,
“Aku harus terus berjalan dan menyelamatkan diri sendiri, atau menyerah dan menunggu diselamatkan Tim SAR.”
Seorang pejalan akan banyak berdialog dengan dirinya sendiri. Ia paham
betul bahwa ia harus benar-benar bisa mengandalkan diri sendiri dalam
berbagai situasi. Seorang pejalan adalah pribadi yang hangat dan bisa
bergaul dengan orang banyak. Tapi tetap tidak jadi orang yang takut saat
harus menghadapi semuanya sendirian. Ia sudah mafhum diluar kepala
bahwa hidup memang sebuah perjuangan yang sepi.
6. Kamu Bisa Berjalan Sendirian, Tapi (Kalau Kamu Mau Berusaha) Kamu Tidak Akan Merasa Kesepian
Selalu ada orang baru yang bisa kamu kenal. Selalu ada kesempatan untuk
berbincang dan menjalin hubungan dengan penduduk lokal atau sesama
pejalan. Selalu ada titik dimana sesama manusia akan bisa terhubung,
hanya jika masing-masing pribadi mau membuka diri.
Lewat
perjalanan kamu akan sadar bahwa rasa sepi adalah pilihan yang bisa kamu
ambil atau kamu tinggalkan. Kesepian atau tidak ditentukan oleh sikap
dan pilihanmu sendiri. Selama kamu memilih untuk tidak merasa sepi, maka
akan selalu ada cara untuk menyingkirkan rasa tersebut dari dirimu.
7. Sendirian Ternyata Tidak Semenakutkan Bayanganmu
Barangkali selama ini kamu adalah orang yang paling enggan sendirian.
Makan harus sama teman-teman, pergi dan belanja juga harus ditemani
pacar. Rasanya melakukan semua hal sendirian itu tidak nyaman. Coba deh
lakukan perjalanan seorang diri ke suatu tempat, kemungkinan besar
pandanganmu soal kesendirian akan berubah.
Dalam perjalanan
(terutama yang memakan waktu lama) kamu akan menemukan pemaknaan baru
soal kesendirian. Alih-alih mengerikan, kamu akan merasa bahwa sepi dan
sendiri terkadang justru membebaskan. Ada kalanya kamu memang butuh
sendiri dan mendengarkan apa yang hatimu mau.
Hidup tidak
selamanya harus riuh, kamu tidak harus terus didampingi untuk
melanjutkan hidup. Terkadang kamu tidak percaya bahwa kamu bisa
menghadapi semua tantangan di perjalanan tanpa bantuan siapapun.
Sendiri, ternyata tidak semenakutkan apa yang kamu bayangkan selama ini.
8. Berbincang Dengan Orang Asing Itu Ternyata Asyik
Saat naik kapal untuk melihat bunga di Pulau Nokonoshima, Kyushu, kamu
bertemu dengan ibu muda yang membawa 2 anak lelakinya. Dia menanyakan
dari mana asalmu. Kalian kemudian terlibat dalam pembicaraan seru. Dari
perbincangan itu kamu baru tahu bahwa banyak wanita Jepang harus
meninggalkan pekerjaan purna waktunya setelah menikah.
Perjalanan akan membuatmu sepakat bahwa selalu ada sisi menarik dari
setiap orang yang kamu temui. Membuka diri dan berbincang dengan mereka
akan makin menambah wawasan tentang kultur tempat yang sedang kamu
kunjungi. Ternyata membuka diri dan mengenal orang baru justru akan
makin membuatmu kaya.
9. Bahagia Dan Rasa “Terpenuhi” Justru Kerap Datang Dari Hal-Hal Sederhana
Tinggal di Korea dengan uang kurang dari 500.000 Won per-bulan (5 juta
rupiah) pernah membuatmu jadi orang paling nelangsa di dunia. Bagaimana
tidak, separuh dari uang tersebut harus kamu gunakan untuk membayar sewa
kamar. Sisanya baru bisa digunakan untuk kebutuhan pribadi.
Traveling dan menjajal hidup di tanah lain tidak hanya membuatmu jadi
orang yang lebih tangguh. Ia juga akan membuka persepsi lain soal
kebahagiaan. Kamu akan tahu kalau bukan cuma uang dan kepemilikan materi
yang bisa membuatmu bahagia.
Walau kamu harus makan tahu dan
kimchi tiap hari, toh kamu tetap bahagia ketika melihat kelap-kelip
lampu diatas jembatan penyeberangan. Langit yang biru dan terasa dekat
sekali diatas kepala sudah bisa membuatmu tersenyum. Baru kali ini kamu
nyaman hidup dengan pakaian seadanya dan tanpa polesan make-up tebal.
Perjalanan akan membuatmu bertanya: “Terlalu muluk-kah definisi bahagiaku selama ini?”
10. Selalu Ada Hal Yang Harus Dikorbankan Untuk Mencapai Sesuatu
Perjalananmu bisa tercapai karena kamu gigih menyimpan sepertiga gajimu
selama 3 tahun. Kamu harus rela tidak makan diluar, hanya minum teh
sementara teman-temanmu bisa memesan latte atau frapuccino di kafe
langganan.
Tidak hanya berkorban dalam prosesnya. Di perjalanan
pun kamu harus banyak membuat pilihan. Saat mendaki Gunung Lawu,
misalnya. Kamu harus memilih akan lewat jalur yang landai,
berpemandangan menarik tapi lebih panjang atau naik lewat jalur yang
curam, pemandangannya tidak begitu cantik tapi menawarkan waktu tempuh
lebih cepat?
Proses menuju dan selama perjalanan mengajarkanmu
untuk terus membuat pihan. Kamu tidak akan bisa mendapatkan semua yang
kamu mau disaat bersamaan. Hidup adalah proses panjang membuat
serentetan pilihan yang tidak akan pernah berhenti.
11. Tidak Diperlukan Zona Waktu Yang Sama Dan Ikatan Darah Untuk Membuat Hubungan Bertahan
Lewat perjalanan kamu akan bertemu dengan banyak orang yang secara
ajaib masih terus terhubung denganmu sampai hari ini. Bahkan terkadang
kamu merasa lebih dekat dengan mereka dibanding dengan orang-orang di
sekelilingmu. Walau tidak bertemu setiap hari dan tidak rutin saling
bertukar kabar, kamu hanya tahu bahwa mereka ada.
Kamu akan
memandang ikatan pertemanan dan keluarga dengan berbeda. Tidak hanya
mereka yang tinggal di zona waktu yang sama saja yang bisa kamu ajak
bersenang-senang dan berbagi cerita. Mereka yang tinggal di belahan bumi
lain pun bisa membuatmu merasa terdampingi.
Pasangan gay yang dulu
membuka pintu rumahnya untukmu itu kini sudah jadi keluargamu. Tanpa
proses adopsi yang merepotkan, kamu sudah merasa punya 3 ayah di dunia.
Perjalanan akan memberimu perspektif yang lebih luas soal hubungan.
Ternyata orang di seluruh dunia bisa terhubung dengan indah dan lekat. Selama mereka memang mau menjalin kedekatan.
12. Kamu Tidak Lebih Baik (Ataupun Lebih Buruk) Dari Orang Di Luar Sana
Terkadang sebagai orang Indonesia kamu sering merasa rendah diri jika
berhadapan dengan bule. Mereka terlihat lebih berani mengungkapkan
pendapat, lebih kritis dalam berpikir dan mengeluarkan argumen.
Dampaknya kamu enggan membuka pintu interaksi dengan mereka dan terus
merasa seperti remah-remah rempeyek.
Atau kasus lainnya.
Sebagai orang Jawa kamu merasa lebih pintar dari orang-orang Papua.
Setiap melihat mereka yang berkulit hitam dan keriting, kamu akan
berpikir kalau mereka tidak secerdas kamu. Padahal kamu belum punya
pengalaman berinteraksi langsung dengan mereka.
Tanpa pernah
melakukan perjalanan dan melakukan interaksi intens dengan orang di luar
zona nyamanmu, pemahamanmu tidak akan pernah berkembang. Kamu akan
terus merasa superior dan atau inferior terhadap orang lain. Padahal
sebenarnya kamu tidak harus merasa rendah diri atau pun tinggi hati. Toh
manusia selalu punya kelemahan dan kelebihannya sendiri.
13. Orang Di Seluruh Dunia Ternyata Tidak Begitu Berbeda
Kamu merasa selama ini terkotak-kotakkan oleh ras, agama dan asal
negara? Merasa orang diluar sana aneh dan tidak akan bisa menerima
nilai-nilai yang kamu yakini selama ini? Hanya dengan melakukan
perjalanan lah pemahaman ini bisa berubah. Dari menjejakkan kaki di
tempat baru nan asing kamu akan sadar bahwa semua orang di seluruh dunia
punya nilai universal.
Kalian akan tetap tertawa ketika saling
mengungkapkan candaan lucu. Kawanmu dari Belgia ternyata juga bisa ikut
sedih ketika kamu khawatir keluargamu terkena dampak letusan Gunung
Merapi. Meskipun di negara asalnya tidak ada gunung berapi dan Eropa
sudah punya sistem penanggulangan bencana yang handal.
Lewat
perjalanan kamu akan sadar bahwa manusia di belahan dunia manapun
ternyata tidak terlalu berbeda. Terlepas dari perbedaan bahasa ibu, kita
tetap bicara dengan bahasa serupa dalam kasih, niat baik dan cinta.
Bagi pejalan, dunia tidak lagi terasa asing dan menakutkan.
14. Identitasmu Ternyata Bisa Terus Berkembang
Lewat perjalanan kamu akan mengetahui bahwa konsep diri tidak akan
pernah berhenti diciptakan. Dirimu yang sekarang bisa saja berubah dan
berkembang. Barangkali kamu tidak suka kentang goreng sebelumnya, tapi
di Belanda kamu justru jatuh cinta pada rasa kentang goreng yang gurih.
Kamu yang sebelum memulai perjalanan tidak suka kegiatan outdoor justru
bisa jatuh cinta pada snorkeling setelah tinggal di Derawan selama 2
minggu. Kegemaran, preferensi dan nilai yang kamu anut ternyata tidak
saklek. Selalu ada ruang untuk perubahan yang tersedia dalam dirimu.
15. Kamu Tidak Akan Lagi Bisa Mendefinisikan “Rumah” Hanya Di Satu Tempat
Selepas perjalanan yang mengubah banyak hal dalam hidup, konsepmu
tentang “pulang” dan “rumah” juga akan ikut bergeser. Rumah bagimu bukan
lagi hanya kota kelahiran atau tempat dimana orang tuamu tinggal. Ada
tempat dan orang-orang lain di belahan dunia sana yang juga bisa
membuatmu merasa kembali.
Inilah harga yang harus dibayar dari
sebuah perjalanan yang memberikan banyak nilai ke hidupmu. Separuh hati
dan kehidupanmu akan terus tertinggal di tempat yang kamu kunjungi. Ada
suara dalam dirimu yang akan terus memanggil untuk kembali ke
tempat-tempat itu.
Lalu, apakah kamu menyesal karena selepas perjalanan “pulang” dan “rumah” bertransformasi jadi lebih rumit?
Tentu tidak. Bagaimana kamu bisa menyesalkan sebuah perjalanan yang mengubahmu jadi pribadi yang lebih baik?
16. Perjalanan Memperlihatkan Bahwa Dunia Masih Sangat Luas Dan Kakimu Akan Selalu Gatal Untuk Pergi
Perjalanan membuka matamu tentang betapa luasnya dunia, betapa banyak
tempat yang belum kamu jamah dengan kakimu, betapa rakusnya kamu untuk
mendapatkan kesempatan menghirup udara yang berbeda. Kamu tidak akan
pernah merasa cukup hanya dengan sebuah perjalanan. Kakimu akan selalu
gatal untuk pergi.
Lewat proses mempersiapkan diri dan membawa
kakimu menjelajahi tempat-tempat asing kamu akan belajar bahwa selalu
ada hal yang layak diperjuangkan dalam hidup. Pekerjaanmu yang kadang
membuatmu setengah gila tetap layak dilakoni, karena hanya dengan
penghasilan itulah kamu bisa mengumpulkan uang untuk pergi ke Derawan.
Kesibukan dari jam 9 pagi hingga jam 9 malam memang melelahkan, tapi
kamu tetap punya pilihan untuk menyerah atau berjalan dan menghadiahi
diri dengan perjalanan kelak. Dari perjalanan kamu akan tahu bahwa hidup
tidak akan pernah berhenti di sisi bumi tempat kakimu berdiri.
17. Kamu Tidak Akan Jadi Orang yang Sama Selepas Pulang
Ada hal-hal yang tidak akan lagi sama selepas kamu kembali ke tempat
asal. Kamu jadi lebih kritis memandang masyarakat dan interaksi di
sekitarmu. Ide-idemu jadi lebih liar, keyakinan dan prinsip yang kamu
anut pun makin kuat. Perjalanan ternyata mengubahmu dalam waktu singkat.
Banyak orang akan menganggapmu aneh dan nyinyir. Proses menyesuaikan
diri kembali memang tidak pernah mudah. Tapi yakinlah, kini kamu sudah
dalam proses untuk berkembang jadi pribadi yang lebih baik. Perjalanan
bukan pecundang yang hanya mengambil waktu dan tabunganmu tanpa pernah
mengajarkanmu sesuatu.
Bagaimana, apakah kamu para pejalan juga
merasakan hal yang serupa? Apakah kamu yang belum banyak melangkahkan
kaki melihat dunia jadi gatal ingin berjalan setelah membaca ini?
Dunia masih luas diluar sana, dan sayangnya kita hanya punya satu kali
kesempatan hidup untuk menjelajahinya. Jadi, kenapa tidak mulai dari
sekarang?
source; hipwee.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar