Senin, 12 Oktober 2015

KENAPA HARUS GUNUNG?


Kenapa harus gunung? Mengapa harus mendaki? Apalagi sampai harus mencintai? Pertanyaaan yang logis memang, karena jika dipikir-pikir dengan akal sehat kegiatan mendaki gunung atau olah raga alam bebas lainnya memang membutuhkan banyak pengorbanan. Gunung adalah ciptaan Tuhan yang bentuknya menjulang ke atas, mencapainya harus banyak perjuangan, mencapainya harus berbekal segudang 'ilmu kesakitan', mencapainya penuh dengan rintangan-rintangan, mencapainya butuh taruhan nyawa, mencapainya butuh mental kuat, mencapainya sangat sulit.

Dan mengapa harus tetap mendaki kalau semua itu dicapainya sangat sulit?.Sepertinya pertanyaan seperti ini juga seringkali diutarakan oleh banyak orang terhadap para pendaki lain. Apalagi pertanyaan ini banyak dilontarkan orang awam ke pendaki. Sepertinya banyak orang yang ingin mengetahui alasan kenapa orang mendaki gunung. Apakah segala sesuatu harus disertai dengan alasan.

Dari pertanyaan yang logis itu banyak juga berbagai macam alasanpun bermunculan baik yang berbau praktis, nasionalis, idealis sampai tataran filosofis selalu menghiasi argumen-argumen agar terkesan logis (apalagi kalau berhadapan dengan Orang Tua saat minta izin, atau ketika ketahuan pergi dengan cara bergerilya). Mendaki gunung memang selalu menarik, apalagi kalau sudah terlanjur mencintai gunung. Dari anak kecil sampai yang berusia lanjut, dari yang opurtunis sampai yang idealis maupun yang sekedar “asal” dan yang profesional bahkan untuk kepentingan ritual tak mampu berkelit dari ’sihirnya”.

Seseorang yang sudah mendaki pasti akan terpesona dengan kuasa Tuhan yang satu ini, mereka yang sudah mendaki pasti akan kembali lagi dan menaklukan puncak-puncak gunung yang lain. Banyak orang-orang 'besar' terkenal pendaki gunung dan beberapa alasan mereka mengapa mendaki gunung seperti Soe Hok Gie “Aku Cinta Padamu Pangrango, Karena Aku cinta Keberanian Hidup”. Atau Henry Dunant, Bapak Palang Merah dunia. “Tidak akan hilang pemimpin suatu bangsa bila pemudanya masih ada yang suka masuk hutan, berpetualang di alam bebas dan mendaki gunung”. Kalau ditelaah dari pendapat diatas bahwa mendaki gunung adalah mengajarkan keberanian hidup, menghargai hidup, sudah pasti mental yang akan terbentuk mental kuat, pribadi yang bersyukur.

Pada awalnya mencapai puncak gunung merupakan kepuasan pribadi yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, sama halnya dengan kenikmatan penulis ketika berhasil membius para pembacanya.

Jadi, sebenarnya para pendaki gunung itu seperti seorang pemimpi yang haus untuk menggapai mimpinya, sehingga saat mimpi-mimpinya terwujud ada rasa bahagia dan kepuasan yang begitu besar dan seolah tak dapat diungkapkan atau ditukar dengan apapun. Gunung yang tinggi menjulang mengajarkan kita selayaknya pikiran kita harus tetap mengarah ke atas, ke puncak mimpi mimpi kita dan bagaimana cara kita untuk menggapainya tetapi jangan sampai lupakan untuk kembali menengok ke bawah, jalan yang telah kita lalui, semua cerita kenangan dahulu yang mampu memberi kita pelajaran bagaimana kita dapat melalui jalan yang kita arungi saat ini..

Dengan mendaki gunung, paling tidak kita akan mampu mengetahui bahwa kita tak ubahnya seperti seekor semut yang merayap lamban di tengah luasnya hutan. Kita hanya mahluk biasa yang tak berdaya jika berada di alam bebas, tidur di tanah, minum air mentah, berlindung dari dinginnya udara, tak berdaya di tengah kabut atau tak berkutik jika tersesat dan kehabisan bekal. Itulah kita, manusia yang sebenarnya, tak berdaya di tengah alam, apalagi untuk melawannya. Lalu apalagi yang kita sombongkan, melawan alam saja tidak berdaya apalagi melawan kekuasaan Sang Pencipta alam.

Awal mendaki hanya rasa ingin tahu yang besar dan akhirnya menjadi yang mencintai gunung, Mengapa harus gunung? Mengapa mencintai gunung? Berbicara soal rasa tidak mungkin dapat menggambarakn kecintaan itu dengan kata-kata tapi yang pasti karena di gunung ada sesuatu yang patut dicintai. Gunung punya 'sihir' tertentu jadi bagi sebagian orang mendaki gunung seperti sesuatu kebutuhan selayaknya orang minum kopi yang seteguk selalu ada rasa yang beda, seperti mendaki gunung yang melalui perjalanan panjang, lelah mendaki kemudian turun kembali sebagian orang akan berkata bahwa itu adalah hal yang sia – sia. Tetapi ternyata tidak. Ada banyak keuntungan dalam pendakian gunung. Ada hal yang tidak bisa kita temukan saat tidak di gunung.

Ciptaan Tuhan yang maha luas, pemandangan luar biasa. Berada di atas permadani awan, tanpa tiang-tiang penyanggah, batas horizon yang membentang luas tak terbatas, birunya danau yang tercipta di tengah cekungan, serta banyak lagi. Foto mungkin bisa menangkap sebagian kecil visual, tapi dia tidak dapat membawa aroma tanah, desiran angin di pepohonan, atau hangatnya mentari yang menerpa wajah saat berjalan.

Menjadikan pribadi yang bersyukur.

Sederhana yang membahagiakan seperti sebotol air yang didapat saat persediaan air habis. Belum lagi setiap sukses melewati medan berat, atau selamat dari insiden kecil yang membuat kita merasa bahwa Tuhan itu Maha Baik dan bersyukur sekali atas kebaikan – Nya, ditambah merasakan kebesaran – Nya melalui alam ini. Rasanya tingkat keimanan kita jauh lebih meningkat saat di gunung.

DI Gunung hanya akan bilang "Enak!"

Mau buat makanan apapun di gunung pasti habis! Tidak peduli nasi yang belum matang, teh atau kopi yang super dingin. Hanya satu kata: Enak!

Yang pasti Badan Menjadi Sehat.

Awal mendaki gunung yang ada hanya nafas yang memburu, tubuh pegal semua, mengantuk, hingga malas menggelora. Jangan bosan mengulang lagi. Sekali dua kali kemampuan fisik pasti akan meningkat. Setelah turun, kapasitas paru – paru membesar. Yang tadinya tidak kuat lari satu putaran keliling rumah, setelah dari gunung bisa lari 10 kali putaran rumah.

Rasa solidaritasdan sisi kemanusiaan.

Bantuan di gunung lebih 'mudah' kita dapatkan, sekalipun orang yang belum kita kenal. Ada orang asing yang membantu dan menyapa kita merupakan hal yang menyenangkan. Intinya, sisi kemanusiaan kita akan muncul.

Menguatkan Mental.

Semakin ke atas fisik semakin lemah. Jadi ingatlah, asal niat kuat pasti bakal berhasil! Walau badan sudah lemah, kaki sudah tidak mampu melangkah, kalau semangat masih ada, "Eh, kok kita bisa sampai puncak, ya?" Jangan pernah menyerah, karena seberat apapun, toh puncak itu akan sampai juga pada akhirnya.

Menghargai Sebuah Pencapaian.

Perasaan terharu, puas, lega dan bahagia yang tak terlukiskan campur aduk jadi satu. Rasa yang tidak bisa didapatkan di tempat lain, apalagi dibeli. Hanya bisa ditukar dengan ribuan langkah kaki, tetesan keringat dan semangat yang tidak pernah padam.

Tidak ada kesuksesan tanpa jerih payah, bahkan harus dengan keringat, air mata dan darah. Dan “ Hidup adalah soal keberanian menghadapi yang tanda tanya tanpa kita menawar, terima dan hadapilah“ Soe Hok Gie.

source; rumahsembilan.wordpress.com/2014/06/17/why-mountain/edited
— di Kantor Imigrasi Srengat - Blitar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar